Press "Enter" to skip to content

Dilakukan Terbuka, DPR Pastikan Tak Ada Ruang Gelap di Pembahasan RKUHP

Social Media Share

Diskusi Forum Legislasi dengan tema “RUU KUHP dan Ancaman Kebebasan Pers” di Media Center Parlemen, Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan Jakarta, Selasa (19/7/2022). (Foto: narasipos.com)

JAKARTA, NP- Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman menegaskan pembahasan Rancangan Undang Undang revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat dapat mengetahui san memantau materi RKUHP.

Oleh karena itu, Benny memastikan tak ada ruang gelap dari tiap pasal-pasal yang dibahas. Ia juga memastikan semua stackholder dilibatkan mulai dari akademisi, civitas kampus, para pakar, ormas, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya.

“Jadi kalau mau dibilang tertutup sebetulnya tidak, saya menjadi saksi bahwa Rrancangan Undang-Undang ini tidak pernah dibahas dalam ruang gelap. Tidak ada,” ucap Benny K Harman dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema “RUU KUHP dan Ancaman Kebebasan Pers” di Media Center Parlemen, Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan Jakarta, Selasa (19/7/2022).

Hadir narasumber lainnya Ketua Komisi Pendataan, Kajian dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Ninik Rahayu.

“DPR I dan pemerintah satu kata sepakat dengan tujuan merah putih karena terkait kepentingan ideologis, menyadari selama 75 tahun merdeka ini masih menggunakan warisan kolonial. Dimana baru pada pemerintahan ini warisan kolonial Belanda itu direvisi,” tegas politisi Demokrat itu.

Menurut Benny, pembahasan RKUHP ini dilakukan sejak tahun 2017 yang diketuai oleh alm. Prof Muladi, dan tahun 2019 akan disahkan namun mendapat perlawanan masyarakat, berbaengan dengan revisi UU KPK. “Alhasil, pengesahan RKUHP ini batal,” ujarnya.

Kemudian, pembahasannya boleh dilanjutkan atau carry over oleh DPR periode selanjutnya, sehingga dibahas sampai sekarang. Masalahnya apa relevansinya kekhususan dengan pers? “Hak yang dijamin dalam UU Pers dan KUHP sama-sama untuk melindungi kebebasan menyatakan pendapat. Yang tidak boleh itu, kebebasan itu disalahgunakan dan perbuatannya itulah yang nanti bisa dipidana. Misalnya menyebarkan berita hoaks,” ungkap Benny.

Lalu apakah UU Pers perlu dihapus? Menurut Benny justru tidak perlu dihapus, melainkan bisa disingkronkan atau dimasukkan ke dalam RUU KUHP. Dengan demikian tidak perlu ada kekhawatiran dengan RUU KUHP ini. “Yang bikin kita takut kalau kalimatnya dibalik-balik. Makanya wartawan harus memberi masukan, kritik, dan saran. Sebab, RUU KUHP ini masa depan kita semua,” pungkas Benny yang juga mantan wartawan.

Sementara itu, Ketua Komisi Pendataan, Kajian dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Ninik Rahayu mengaku sampai saat ini pihaknya belum membaca draft yang aseli, sehingga belum bisa membahas secara khusus terkait pers tersebut. Sehingga yang dikaji sementara ini adalah draft yang beredar di masyarakat

“Jangan sampai RKUHP ini bertentangan dengan pasal 27 UUD NRI 1945 terkait dengan kebebasan pers. Misi hukum pidana itu harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip HAM, demokrasi, dan dekolonialisasi. Dan, sebaiknya, kasus pers itu diselesaikan oleh Dewan Pers,” kata Ninik.(har)

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *