Press "Enter" to skip to content

Festival Kopi, Bangun Mitra Hutan Sosial antara Petani dan Pasar

Social Media Share

JAKARTA, NP – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan kegiatan pengembangan mitra Perhutanan Sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemberdayaan masyarakat melalui Mitra Hutan Sosial bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat dalam mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil.

Mitra Hutan Sosial mengembangkan kapasitas dan akses masyarakat setempat dalam rangka kerjasama dengan Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan atau Pengelola Hutan, Pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan, dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan wilayah tertentu. Lewat kemitraan ini, masyarakat setempat mendapatkan manfaat secara langsung dari pemanfaatan hutan dan berkembang menjadi pelaku ekonomi yang tangguh, mandiri, bertanggung jawab dan profesional.

Direktur Kemitraan Lingkungan, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Jo Komala Dewi mengatakan pekerjaan rumah justru baru dimulai ketika izin pengelolaan Perhutanan Sosial diberikan. “Setelah izin diberikan, masih ada pekerjaan untuk kelola kelembagaan dan kelola usaha karena itu membangun mitra hutan sosial adalah mutlak dilakukan agar tujuan perhutanan sosial dapat tercapai,”kata Jo Komala Dewi dalam Seminar “Bangun Mitra Hutan Sosial” pada Festival Pesona Kopi Agroforestri di Jakarta (25/01/2022).

Syarat utama yang harus dipenuhi oleh multipihak yang terlibat dalam perhutanan sosial menurut Jo Komala adalah prinsip mengedepankan aspek kesejahteraan masyarakat dan pelestarian hutan yang dikelolanya.

Misalnya Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Bantaeng Sulawesi Selatan, melalui proses pendampingan, sejak 2010 mendapatkan izin Perhutanan Sosial untuk mengelola lahan seluas 342 hektar melintasi tiga desa dengan prioritas komoditas yaitu kopi. Tidak hanya peningkatan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat tetapi Hasri, Ketua LPHD Bantaeng dan BUMDes Ganting, mengatakan perambahan hutan sudah jauh berkurang karena masyarakat menyadari pentingnya memelihara hutan untuk tanaman kopi mereka.

Tantangan dalam pengembangan usaha kopi menurut Hasri adalah infrastruktur karena lokasi tanam, produksi dan kelola jauh sekitar dua kilometer dengan jalan menanjak dan memerlukan dukungan tak hanya pemerintah tapi juga swasta dalam penyelesaiannya.

Dalam proses mendampingi masyarakat Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM), Andri Santosa mencatat beberapa tantangan selain infrastruktur, yaitu mengubah paradigma petani yang bekerja sendiri untuk membangun kelembagaan. Lewat kelembagaan inilah justru usaha hutan sosial bisa dikembangkan melalui kemitraan dengan berbagai pihak termasuk pasar. “Tetapi di lapangan, seringkali tantangan lain yang ditemui termasuk akses pada informasi dan pengetahuan, kapasitas SDM petani dan akses permodalan,” tambah Andri.

Peran pendampingan dan pengembangan kapasitas petani ini yang kemudian dilengkapi oleh kemitraan bersama lembaga usaha yang sudah memiliki kemampuan mengembangkan produk dan mengakses pasar. Dalam Talkshow “Bangun Mitra Hutan Sosial” ini menghadirkan dua pengusaha sosial yang telah bekerjasama dengan kelompok petani kopi yaitu Sunda Hejo dan Javanero.

Eko Purnomowidi pendiri Sunda Hejo menekankan pada pentingnya proses regeneratif dalam pengembangan usaha hutan sosial dengan pelibatan generasi muda mulai proses tanam hingga pemasaran. Lewat sekolah lapangan atau sekolah kopi yang dikembangkan oleh Sunda Hejo tak hanya berhasil meningkatkan pendapatan petani kopi, melestarikan lingkungan sekitarnya tapi juga mencegah kasus-kasus perdagangan manusia sekitar hutan.

“Sifat kopi yang hanya perlu 40% sinar matahari dan bergantung pada ekosistem di sekitarnya, menjadikan tanaman ini jawaban dalam krisis iklim. Lalu untuk menyelamatkan manusia di masa datang, kita perlu menanam untuk memetik dan bangun ruang-ruang bermain anak agar ide-ide konservasi yang kita lakukan selama ini tidak sia-sia,” kata Eko.

Sementara Teddy Sumantri, Presiden Direktur Javanero mengajak multipihak untuk membangun kepercayaan dan keterlacakan proses produksi kopi yang lestari, kopi Indonesia dapat menembus pasar domestik dan internasional. Kepercayaan tersebut dibangun antara pengusaha dan petani di tingkat hulu, dan antara pengusaha dengan para pembeli di pasar.

“Kemitraan, pendampingan dan pengembangan kapasitas mulai dari hulu ke hilir tentunya akan membuka peluang pasar yang lebih baik. Apalagi 90% produksi kopi Indonesia dihasilkan oleh petani kecil yang membutuhkan pendampingan di hulu dan akses pasar di hilir,” kata Teddy.

Pendekatan pasar melalui Market Access Players dapat menjadi strategi dalam mendorong pertumbuhan usaha hutan berbasis masyarakat dan memperkuat Mitra Hutan Sosial. Keahlian para pengusaha dalam mengembangkan inovasi untuk penyelesaian isu dalam mencapai akses pasar dapat didayagunakan untuk mengoptimalkan nilai sumber daya hutan yang didapatkan oleh masyarakat.

Hingga Januari 2022, izin pengelolaan hutan melalui Perhutanan Sosial telah mencapai hampir lima juta hektar dari target nasional 12,7 juta hektar dengan lebih dari satu juta keluarga penerima manfaat. Salah satu tantangan Perhutanan Sosial dalam catatan Kemitraan Lingkungan KLHK adalah membuat petani dapat mengelola perhutanan sosial secara professional. Melalui kemitraan hutan sosial, pemerintah menyakini tantangan ini dapat diselesaikan dan tujuan Perhutanan Sosial untuk tata kelola hutan lestari dan kesejahteraan masyarakat meningkat dapat tercapai. (Rls)

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *