KALIMANTAN, NP – Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan dengan terjadinya perubahan iklim. Meningkatnya suhu udara mempengaruhi peningkatan laju pernafasan (respirasi) dan penguapan (transpirasi) sehingga meningkatkan konsumsi air.
Selain itu juga dapat meningkatkan perkembangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) tertentu yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman. Komoditas hortikultura strategis salah satunya cabai merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap kelebihan ataupun kekurangan air.
Jika tanah telah menjadi kering maka tanaman akan layu dan lama kelamaan akan mati. Namun, jika tanah terlalu banyak mengandung air maka akan menyebabkan aerasi tanah menjadi buruk dan tidak menguntungkan bagi pertumbuhan akar, akibatnya pertumbuhan tanaman akan kurus dan kerdil.
Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyiapkan skenario dalam menghadapi musim kemarau, terutama pada cabai. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau tahun 2020 diprediksi akan terjadi lebih awal. Secara umum musim kemarau dimulai dalam waktu tidak bersamaan.
Pada Mei dan Juni, 65,8% zona musim kemarau mulai terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Sementara 64,9 % zona musim yang merupakan puncak kemarau terjadi pada Agustus 2020 di sebagian besar Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Bagian selatan, Sulawesi Bagian Selatan dan Tenggara serta Maluku Utara.
Prihasto Setyanto, Direktur Jenderal Hortikultura, dalam rilis tertulisnya Sabtu (8/8) mengungkapkan pihaknya telah menyiapkan antisipasi kemarau panjang ini. Sesuai dengan arahan Menteri Syahrul Yasin Limpo (SYL), seluruh jajaran di Kementerian Pertanian harus memiliki rencana jangka panjang dan inovasi, dalam menghadapi anomali cuaca.
“Pertanian tidak boleh terhenti, pemerintah harus hadir dan bergerak cepat dalam mengatasi dampak dari perubahan iklim ekstrem. Dalam mengembangkan strategi DPI terdapat tiga hal penting yaitu antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Kemarau panjang menyebabkan berkurangnya ketersediaan air dan meningkatkan dan mengubah pola perilaku hama,” ungkap dia.
Anton yang sapaan akrabnya menyebutkan bahwa potensi musim kemarau ekstrem harus diwaspadai dan diantisipasi sejak dini. “Petani dapat menerapkan teknologi pengairan seperti irigasi kabut/tetes/sprinkle, infrastruktur panen air hujan seperti embung kecil, dan parit, long storage, sumur dangkal,” jelas dia.
Terpisah, Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf, menyampaikan bahwa pengelolaan OPT secara pre-emptif penting dilakukan sejak awal tanam.
“Lebih tepatnya saat pengolahan tanah untuk mencegah terjadinya serangan OPT,” jelas dia.
Yanti-sapaan akrabnya- menambahkan bahwa hal ini dapat dilakukan dengan solarisasi tanah, penggunaan agens pengendali hayati (APH), varietas benih yang sehat bermutu bebas OPT, pemasangan perangkap hama seperti likat kuning, likat biru dan putih, perangkap lampu dan feromon sex sebagai antisipasi dan monitoring.
“Antisipasi serangan OPT melalui pengendalian pre-emptif ini dilakukan secara ramah lingkungan Dengan demikian sebelum serangga hama dewasa meletakkan telur-telurnya pada tanaman budidaya dapat terpantau dan dikendalikan,” tambahnya.
“Direktorat Perlindungan Hortikultura juga melakukan koordinasi dengan Balai Proteksi Tanaman (BPTPH) untuk terus melakukan pengamatan rutin OPT sehingga dapat mencegah terjadinya ledakan serangan OPT,” lanjut Yanti.
BPTPH Kalbar Bantu Petani, Genjot Irigasi Kebut
Dalam rangka menyikapi kondisi tersebut, UPT Perlindungan Tanaman Pangan Dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat telah memberikan bantuan berupa peralatan irigasi kabut (mist irrigation) kepada Kelompok Tani Flamboyan. Salah satu sentra tanaman cabai di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Irigasi kabut yaitu sistem pengairan tanaman dengan menggunakan air yang dipompa ke dalam selang yang telah dipasang nozzle. Dari lubang kecil-kecil pada nozzle tersebut air akan memancar ke atas yang kemudian menjadi seperti kabut sehingga dapat menyirami tanaman.
Air yang disemprotkan tidak terlalu banyak, hanya berupa butiran lembut dari lubang-lubang kecil nozzle di sepanjang selang, mirip seperti kabut. Fungsi penyemprotan tadi hanya untuk melembabkan kembali tanah dan udara di sekitar lahan pertanian.
Metode pengairan dengan irigasi kabut ini dilakukan dengan instalasi jaringan saluran air dengan menggunakan selang fertigasi pada tiap bedengan tanaman. Komponen utamanya adalah selang fertigasi, selang plastik, dinamo stamp pump dan tempat penampungan air.
Selang plastik digunakan sebagai saluran utama, sementara selang fertigasi digunakan sebagai selang keluar. Saluran utama berfungsi sebagai pembagi air ke setiap selang keluar. Selang keluar diberi nozzle untuk memancarkan air ke setiap tanaman dengan jarak tertentu atau sesuai jarak antar tanaman.
Untuk mengalirkan air dari tempat penampungan dipergunakan mesin pompa air yang dilengkapi dengan aki sebagai sumber tenaganya.
Hermanto AP, Kasi Sarana Prasarana UPT Perlindungan Tanaman Pangan Dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat yang memandu pemasangan alat irigasi kabut tersebut menjelaskan, bila dibandingkan dengan penyiraman sistem semprot yang memerlukan jumlah air banyak, sistem pengairan irigasi kabut lebih menghemat air.
“Irigasi kabut tidak membuang-buang air, tidak menyebabkan erosi dan sedikit air yang menguap. Air memiliki waktu untuk menyerap ke dalam dan secara kapiler ke seluruh area perakaran,” sebutnya
Ditambahkannya, selain untuk pengairan, penggunaan irigasi ini juga mampu menekan pertumbuhan hama yang menyerang tanaman serta meminimalisir gulma.
“Ini disebabkan aplikasi irigasi kabut bersifat fleksibel yang bisa dikombinasikan antara irigasi dengan penyemprotan pestisida ataupun pemupukan,” beber dia.
Sementara itu, Kepala UPT Perlindungan Tanaman Pangan Dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat, Yuliana Yulinda, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu program pemerintah pusat yang dalam hal ini Direktorat Perlindungan Hortikultura melalui UPT Perlindungan Tanaman di daerah dalam rangka Penanganan Dampak Perubahan Iklim.
“Tujuannya untuk mengamankan produk hortikultura akibat DPI melalui teknologi adaptasi dan mitigasi,” ungkapnya.
“Pada usaha tani komoditas hortikultura, sangat penting untuk memastikan ketersediaan air. Irigasi kabut ini adalah salah satu contoh teknologi sederhana yang dapat dilakukan sehingga air yang diberikan akan langsung mengarah ke area perakaran tanaman sehingga tidak ada air yang terbuang percuma,” pungkasnya. (red)
Be First to Comment