Press "Enter" to skip to content

Tren Budidaya Hortikultura Semakin Meningkat di Era Pandemi Covid -19

Social Media Share

JAKARTA, NP – Budidaya buah-buahan berpotensi besar dikembangkan saat pandemi Covid-19. Buah kaya akan vitamin C, serat, antioksidan dan sederet kandungan lain yang menguatkan sistem kekebalan tubuh.

Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Liferdi Lukman mengatakan bahwa imbas kondisi tersebut memicu tingginya permintaan masyarakat saat pandemi. Bahkan, menjadi “tulang punggung” pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020.

“Di saat pandemi, seluruh sektor mengalami minus. Pertumbuhan ekonomi kita -5,32% namun sektor pertanian mampu tumbuh 16,24%,” ucapnya dalam webinar “Tabulampot : Alternatif Pertanian Perkotaan,” Sabtu (8/8) lalu.

Dirinya mengungkapkan, budidaya tanaman buah dalam pot (tambulapot) memiliki beberapa benefit secara bisnis.

“Alasannya, keuntungan lebih besar, tingkat keberhasilan tinggi, dapat berbuah di luar musim, mudah dipindah, dan dapat dikembangkan di berbagai lahan,” jelas dia.

Liferdi pun mengajak masyarakat untuk membudidayakan buah-buahan di pekarangan rumahnya. Tren konsumsi kian meningkat seiring tingginya kesadaran masyarakat menjaga kesehatan. Saat ini baru 50% masyarakat yang memenuhi kecukupan anjuran.

“Pada dasarnya semua buah-buahan layak tabulampot. Meskipun demikian saya sarankan kita harus prospektif. Tanamlah buah-buahan yang unggul, eksotik, komersial dan produktivitasnya tinggi,” ucapnya.

Tanaman buah berprospek tinggi secara ekonomi tersebut antara lain golden melon, kelengkeng kateki, jambu air citra, srikaya rovi, durian bawor, jambu kristal dan alpukat cipedak.

Mantan Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat (BPTP Jabar) ini lantas membuat simulasi keuntungan yang diraup dengan budi daya kelengkeng kateki secara tabulampot.

Dirinya menjelaskan jika sebuah desa terdiri dari 3 ribu kepala keluarga (KK) dan setiap KK menanam 20 pohon kelengkeng, maka tertanam 60 ribu pohon. Apabila produktivitas optimal tanaman 20 kilogram (kg) per pohon per tahun, maka diperkirakan dapat memproduksi 1.200 ton per tahun.

“Sehingga jika setiap KK memproduksi 20 kilogram per tahun dengan harga Rp30.000 perkilogram, maka desa itu mendapatkan Rp36 miliar setiap tahunnya dari budi daya kelengkeng kateki,” urainya.

“Kalau ongkos produksi selama dua tahun sebesar Rp 18 miliar atau untuk benih, prasarana dan pemeliharaan sebesar Rp 300 ribu per pohon, maka kentungan yang didapat pada tahun pertama panen mencapai Rp 18 miliar. Ini sangat menjanjikan,” sambungnya.

*_Gedor Horti : Program Unggulan Hasilkan Produktivitas Berdaya Saing Tinggi_*

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo dalam tiap kesempatan selalu mendorong dan meyakinkan jajarannya bahwa komoditas hortikultura sudah waktunya menjuarai sektor pertanian. Dirinya meminta hal ini menjadi fokus utama program Ditjen Hortikultura agar mampu bersaing di pasar internasional.

Sejalan, Liferdi menjelaskan bahwa Ditjen Hortikultura tengah menggencarkan Program Gerakan Mendorong Peningkatan Produksi, Berdaya Saing dan Ramah Lingkungan atau disingkat Gedor Horti.

“Produktivitas digenjot melalui pengembangan kawasan sesuai agroklimat, baik di lahan sempit, lahan tidur, maupun lahan marjinal. Semua lahan kita intensifkan. Di setiap wilayah kita masifkan penanaman satu varietas unggul yang berorientasi ekspor,” urainya.

Dalam pelaksanaannya, Kementan melibatkan kelompok tani (poktan) dan pihak-pihak berkepentingan (stakeholder) lainnya dengan target investasi Rp 6,35 triliun. Adapun sumber investasi permodalan dari negara 3-5%, kredit usaha rakyat (KUR) 42,65% atau Rp2,73 triliun, dan sisanya dari daerah, swasta, serta badan usaha milik negara (BUMN).

Penerapan teknologi ramah lingkungan pun direalisasikan melalui penguatan kelembagaan perlindungan, penerapan pengendalian hama terpadu (PHT), mewujudkan desa organik, serta menggalakkan gerakan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT).

“Untuk meningkatkan daya saing, kami penerapkan sertifikasi GAP (good agricultural practices), GHP (good handling practices), dan organik. Kemudian, mengembangkan hilirisasi, baik pascapanen, pengolahan, standarisasi mutu, sampai pemasan,” ujarnya.

Upaya berikutnya, imbuh Liferdi, mendorong investasi dan pemanfaatan KUR. Juga pengembangan SDM (sumber daya manusia) dan Program Sejuta Petani Horti Milenial.

Pada tahun ini, Ditjen Hortikultura fokus mengembangkan lima komoditas di sejumlah daerah. Mencakup pisang, mangga, salak, nanas dan manggis.

Direktur Toko Trubus, Yustina mengatakan bahwa  saat pandemi, Toko Trubus mencatat penjualan meningkat 300%. Kalau diseriusi, ini bisa menjadi sumber pendapatan utama karena menjanjikan.

“Apalagi sekarang perekonomian sedang turun dan banyak pekerja kehilangan pendapatan di-PHK atau dirumahkan karena Covid-19,” tutur Yustina.

Pengembangan buah-buahan di pekarangan rumah pun memiliki manfaat lain, seperti menurunkan stres, meningkatkan imunitas tubuh, merawat kesehatan mental dan fisik, melindungi kualitas udara, serta menjaga produktivitas dan konsentrasi. Termasuk memiliki fungsi kognitif untuk menjadi lebih baik.

“Jadi selain keuntungan ekonomi, tambulapot juga menjadi makanan ‘kebatinan’ bagi kita,” jelas dia.(rls)

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *