JAKARTA, NP– Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan pendaftaran Pilkada 2024 pada 27-29 Agustus 2024 akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK dimaksud terkait dibolehkan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD dapat mencalonkan kepala daerah.
“Karena pada hari Selasa tanggal 27 Agustus 2002, kita sama-sama tahu sudah pada tahapan pendaftaran Pilkada. Oleh karena itu, kami tegaskan sekali lagi, kita patuh dan taat kepada aturan yang berlaku bahwa pada saat pendaftaran nanti karena RUU Pilkada belum disahkan menjadi undang-undang maka yang berlaku adalah hasil keputusan Mahkamah Konstitusi hasil judicial review yang diajukan oleh partai buruh dan Partai Gelora,” tegas Dasco dalam konferensi pers di Gedung DPR, Kamis (22/8/2024) malam.
Dasco memastikan pembahasan revisi UU Pilkada tidak akan dilakukan DPR hingga pendaftaran pasangan calon pilkada yang ditetapkan KPU pada 27-29 Agustus 2024 oleh KPU dilakukan.
“Rapat paripurna terdekat yang dapat dilakukan DPR adalah pada Selasa tanggal 27 Agustus, yang itu kita tau bertepatan dengan masa pendaftaran pilkada. Jadi tidak memungkin bagi DPR untuk membahas revisi UU Pilkada,” ujarnya.
Dasco memastikan, urungnya DPR melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada karena ada permintaan dari pihak istana. “Tidak ada komunikasi kami dengan istana,” tegasnya.
Saat didesak apakah berarti revisi UU Pilkada yang sedang bergulir di DPR dibatalkan? Dasco menyatakan secara tegas. Yang pasti, menurut politisi Partai Gerindra ini, mungkin nanti pada periode ke depan tetap akan dilaksanakan.
“Karena kita perlu penyempurnaan-penyempurnaan yang kita rasa belum sempurna. Begitu juga dengan Undang-Undang Pemilu nanti,” sebutnya.
Dasco mengatakan DPR sangat memahami bahwa keputusan MK bersifat final dan mengikat. “Putusan MK itukan berlaku dan bersifat final dan mengikat. Jadi kita di sini berpandangan bahwa putusan yang berlaku yaitu putusan MK,” tegasnya.
Untuk diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melakukan Rapat Panitia Kerja (Panja) guna membahas mengenai Revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Panja fokus membahas 16 Daftar Inventaris Masalah (DIM) Perubahan Redaksional dan Substansi.
Adapun DIM Perubahan Substansi yang disepakati, di antaranya yakni, adanya perubahan nomenklatur dari “Panwaslu” menjadi “Bawaslu” sesuai dengan Putusan MK Nomor 48/PUU-XVII/2019 pada DIM nomor 31. Serta DIM nomor 50 untuk disetujui perubahan nomenklatur dari “PPL” menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Kelurahan/Desa tetapi untuk Bawaslu Kabupaten/Kota tidak ada lagi pembentukan karena sudah dibentuk saat Pemilu.
Selain itu, pada DIM nomor 72 berkaitan dengan huruf d mengenai usia minimal bagi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta Calon Bupati/Walikota dan Calon Wakil Bupati/Walikota, disetujui oleh 8 fraksi kecuali Fraksi PDI-Perjuangan untuk dilakukan perubahan mengikuti keputusan Mahkamah Agung (MA).
Pada DIM ini berubah menjadi berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.
Kemudian, pada DIM nomor 87 terdapat perubahan substansi dengan memperhatikan Putusan MK nomor 33/PUU-XIII/2015 bagi anggota DPR, DPD dan DPRD untuk melakukan pengunduran diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pilkada. Lalu, DIM nomor 88 terdapat perubahan redaksional yakni merubah pegawai negeri sipil menjadi ASN menyesuaikan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Selanjutnya, pada kelompok DIM Perubahan Substansi terdapat usulan baru yang berkaitan dengan Pasal 40 mengenai syarat ambang batas pencalonan Pilkada atas Putusan Mahkamah Konstitusi atau MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk partai politik.
Rapat Panja menyepakati perubahan syarat ambang batas (threshold) pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD. Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD provinsi, dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan mengikuti putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024. Dalam putusan MK terbaru, syarat parpol dan gabungan parpol bisa mengusung paslon yaitu memperoleh suara sah dari 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung pada jumlah daftar pemilih tetap di provinsi itu.
Mengenai aturan syarat pencalonan untuk partai-partai yang punya kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama. Aturan itu berbunyi bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD, dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.(har)
Be First to Comment