JAKARTA, NP- Keputusan rapat paripurna DPR yang menunda pengesahan RUU Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) tidak menyurutkan massa aksi penolakan revisi UU Pilkada yang dilakukan secara masif di seluruh daerah termasuk di Gedung DPR yang menjadi titik sentral aksi demonstrasi.
Aksi unjuk rasa yang mengambil tema “Peringatan Darurat” menolak revisi Undang-Undang Pilkada justru memanas pasca DPR RI memutuskan menunda pengesahan RUU Pilkada, Kamis (22/8/2024).
DPR dikepung massa demonstrasi. Di gerbang depan utama pintu Gedung DPR RI, massa yang didominasi mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi masyarakat (ormas) berjasil menjebol sisi kanan pagar gedung DPR.
Sementara di pintu gerbang belakang gedung DPR yang dinamakan “Gerbang Pancasila”, aksi massa semakin beringas. puluhan mahasiswa beramai-ramai menarik “Gerbang Pancasila” hingga rubuh.
Dari pantauan di lapangan, ribuan massa secara bergelombang menyuarakan aspirasi di gerbang utama Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat.
Selain menjebol pagar dan merubuhkan pintu gerbang, massa aksi unjuk rasa juga membakar ban hingga kepulan asapnya membumbung tinggi. Massa juga melempari aparat kepolisian dengan botol bekas minuman mineral.Teriakan dan yel-yel terus disuarakan demontrans yang menolak revisi UU Pilkada.
Meski pagar berhasil dijebol dan dirubuhkan, namun aparat kepolisian yang siap berjaga, berhasil memblokade upaya demontrans menduduki gedung DPR.
Hingga petang, demonstran yang didominasi mahasiswa masih bertahan di gedung DPR mendesak revisi UU Pilkada.
Legislator Temui Demonstran
Sejumlah Anggota DPR RI mendatangai demonstran yang masih tertahan di pintu gerbang gedung DPR.
Rombongan perwakilan DPR RI yang menemui demonstran di antaranya Ketua Badan Legislasi DPR Wihadi Wiyanto, Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi, Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman, dan Anggota Komisi XI DPR Bahtra.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menekankan pihaknya menerima sekaligus menampung aspirasi dan masukan publik terkait revisi Undang-Undang Pilkada. Politisi dari Partai Gerindra ini menegaskan hingga saat ini, revisi UU Pilkada belum disahkan dalam rapat paripurna yang diskors sampai waktu yang tidak ditentukan.
Habiburokhman juga menyampaikan seluruh kanal resmi komunikasi DPR RI beserta anggota dewan terbuka untuk menerima masukan dan aspirasi publik.
“Soal rapat (paripurna yang diskors), hari ini tidak ada pengesahan (revisi) UU Pilkada yang baru. Kan, undang-undang itu bisa sah kalau sudah disahkan dalam paripurna. Jadi, sepanjang belum ada paripurna (maka) tidak sah (UU Pilkada). Oleh karena itu, kami tetap serap tampung (aspirasi) dan kami membuka saluran komunikasi,” jelas Habiburokhman.
Menurutnya, aksi demonstrasi bagian dari demokrasi. DPR, sebagai bagian dari perwakilan rakyat, harus menemui dan mendengarkan aspirasi demonstran. Oleh karena itu, DPR akan membuka audiensi publik terkait revisi UU Pilkada.
“Tradisi di DPR. Kalau ada demonstrasi, kami harus menerima dan menemui demonstran,” tegas Habiburokhman.(har)
Be First to Comment