Diskusi Dialektika Demokrasi bertema ‘Menyoal Kebijakan Pelabelan Kemasan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan’ di Media Center Parlemen, Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (7/7/2022). (Foto: narasipos.com)
JAKARTA, NP- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana membuat pelabelan risiko Bisfenola A (BPA), bahan kimia yang bisa menyebabkan kanker dan kemandulan. Langkah ini diklaim sebagai bentuk nyata perlindungan pemerintah atas potensi bahaya dari peredaran luas penggunaan galon air isi ulang di masyarakat.
Namun, persoalan ini menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Aktivis Lingkungan dari Drivers Clean Action, Swietenia Puspa Lestari menilai rencana tersebut sesuai dengan gerakan mengurangi limbah sampah plastik yang hingga saat ini masih menjadi persoalan.
“Menurut saya banyak sekali risiko-risiko yang kami rasa belum termitigasi dari kebijakan-kebijakan dan juga narasi yang ada di publik saat ini,” ucap Swietenia Puspa Lestari dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema ‘Menyoal Kebijakan Pelabelan Kemasan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan’ di Media Center Parlemen, Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Persoalannya kini, menurut dia adalah ada narasi yang sudah terbangun di masyarakat bahwa penggunaan galon sekali pakai lebih baik dibanding dengan penggunaan galon isi ulang.
Padahal, sambung dia, banyak sekali para aktivis di lapangan, bahkan sebagian kelompok masyarakat saat ini sudah membuat petisi yang jumlahnya mencapai 5000-an orang yang mendukung petisi menolak galon sekali pakai.
Penolakan didasarkan pada upaya gerakan untuk meniadakan sampah berbasis pada sumbernya seperti yang diamanatkan Peraturan Menteri Linkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2018 75 terkait peta jalan pengurangan sampah dari produsen. Yaitu mengatur perusahaan manufaktur, ritel dan juga perusahaan jasa makanan minuman berikut akomodasinya, untuk menerapkan hierarki pengelolaan sampah dari sumbernya.
“Jadi kami sangat ingin begitu ketika memang ternyata dibutuhkan sebuah kebijakan jangan sampai kontradiktif dengan yang sudah ada saat ini, di mana kita semua sekarang sudah melihat gerakan guna ulang, isi ulang ini sudah sangat baik dan menuju lebih baik,” kata Swietenia.
Baginya, pelabelan galon isi ulang yang bertujuan untuk melindungi masyarakatdapat saja dilakukan, asalkan dalam praktiknya semua pihak bertanggungjawab atas keamanan dari penggunaan galon isu ulang tersebut.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini sependapat, bahwa kebijakan untuk mengurangi produksi plastik sangat penting. Namun hingga saat ini belum ada upaya yang serius. Ia mencontoh, sebelumnya pernah ada rencana kebijakan berupa pengenaan pajak plastik yang dibahas di Badan Anggaran DPR, namun gagal.
“Jadi, kalau kita lihat di masyarakat tentang plastik ini kan tidak hanya masyarakat itu enggak tahu, masyarakat enggak paham betul, apa yang harus dikritik terhadap sampah plastik ini,” ungkap Anggia.
Politisi PKB ini mendorong agar pemerintah segera membuat regulasi komprehensif terkait pengelolaan sampah plastik. “Artinya sebenarnya harus ada kebijakan yang memang komprehensif, kalau kita memang harus benar-benar mengelola atau punya komitmen yang tinggi terhadap pengelolaan sampah,” kata Anggia.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Darul Siska mengatakan pelabelan kemasan pangan, tidak dimaksudkan untuk melarang kemasan pangan mengandung BPA. Tapi bertujuannya agar industri dapat tetap bersaing secara sehat dan mampu memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat, agar masyarakat terlindungi dari penggunaan atau terpapar oleh BPA,” ujar .
“Regulasi peraturan BPA yang dikeluarkan oleh badan POM adalah langkah preventif yang memang harus dilakukan,” tegas politisi dari Partai Golkar ini.
Secara spesifik, Darul Siska mengatakan hingga saat ini Komisi IX DPR RI yang belum membidangi tentang kesehatan belum mendiskusikan dengan BPOM.(har)
Be First to Comment