Press "Enter" to skip to content

Bersatu karena Akidah maka Sungguh Allah Subhanahu Wa Ta’ala Mencintai Kita

Last updated on 24/08/2025

Social Media Share

“Ketika kita bisa bersatu karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala. maka sesungguhnya Allah mencintai kita. Karena diantara sifat orang-orang beriman itu adalah bersaudara dengan orang beriman yang lain.” – (Ustadz Syamsuddin Ramadhan An Nawiy)

*Ustadz Syamsuddin Ramadhan An Nawiy

*Pengasuh Majelis Taklim Miftahul Hikam, Depok, Jawa Barat

Pada Acara:

*Kajian Dhuha
*Di Masjid Jami Attaqwa Komp. DepKes Pondok Labu Bekerjasama dengan Komunitas Pemakmur Masjid Jadebo (Jakarta, Depok, Bogor)
*Tema “Kuatkan Ukhuwah Islamiyah dalam Memakmurkan Masjid”
*Ahad, 10 Agustus 2025 / 17 Shafar 1447

MASJID menjadi sarana yang berperan penting sebagai alat ukhuwah (persaudaraan). Dari masjidlah semangat persaudaraan bisa dibangun oleh orang-orang yang senantiasa memakmurkan masjid yang dilandasi kecintaan menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Ustadz Syamsuddin Ramadhan dalam tausiahnya menyatakan ada tantangan dan hambatan dalam menjalankan ukhuwah Islamiyah dalam memakmurkan masjid.

Biasanya, tantangan dan hambatan dilatarbelakangi oleh pemahaman, latarbelakang dan pengalaman yang berbeda tentang sebuah hal yang apabila para jamaah di lingkup masjid lebih mementingkan egonya maka bisa menjadi pencetus perpecahan, pertikaian bahkan perkelahian.

Oleh karena itu, apabila terjadi perbedaan pandangan dalam menyikapi suatu persoalan, Ustadz Syamsuddin menekankan sebaiknya diantara para jemaah kembali mendudukan persoalan itu kepada qoidah (kaidah)-nya, yaitu kembali pada Al Quran dan Hadis sebagai rujukan utamanya.

“Banyak sekarang ini di masjid, kadang-kadang jamaah itu pengetahuannya berbeda-beda, tingkat pemahamannya juga berbeda-beda, pengalamannya juga berbeda-beda, ahli fiqih-nya juga berbeda-beda. Makanya kita ini (kembali-red) lihat qoidah-nya (kaidahnya),” sebut Ustadz Syamsuddin Ramadhan.

Dalam terminologi bahasa Indonesia, kaidah adalah aturan, patokan, atau pedoman yang menjadi dasar atau ukuran bagi manusia dalam bertindak, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Sedangkan kaidah agama adalah peraturan hidup, perintah, larangan, dan anjuran yang bersumber dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menjadii petunjuk bagi muslimin dan muslimat untuk menjalani kehidupan ibadahnya demi memperoleh kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

“Jamaah itu pengetahuannya berbeda-beda, tingkat pemahamannya juga berbeda-beda, pengalamannya juga berbeda-beda, ahli fiqih-nya juga berbeda-beda. Makanya kita ini (kembali-red) lihat qoidah-nya (kaidahnya)”. (Ustadz Syamsuddin Ramadhan An Nawiy)

Apabila semua kembali pada kaidahnya maka ia meyakini ukhuwah Islamiyah tetap terjaga. Hindari pertikaian, berantem atau bahkan perkelahian, hanya karena kukuh mempertahankan pendapatnya. Pada titik ini, ia menekankan pentingnya bicara dengan hati yang lembut saat perdebatan yang berlangsung terasa kian memanas.

“Jadi mesti harus dipahami seluruh kaum muslimin, wabil khusus yang ngurus masjid, supaya ukhuwah itu tetap terjalin. Muslim dengan muslim yang lain, hatinya harus lembut. Jadi nggak gampang nyalahin,” pesannya.

Ustadz Syamsuddin Ramadhan merujuk pada surat Al-Anfal ayat 63.

Wa allafa baina qulụbihim, lau anfaqta mā fil-arḍi jamī’am mā allafta baina qulụbihim wa lākinnallāha allafa bainahum, innahụ ‘azīzun ḥakīm.

Artinya:
Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.

Ayat ini mengandung pesan tentang pentingnya persatuan dan kesatuan umat Islam, serta kuasa Allah dalam mempersatukan hati manusia.

“Ayat ini menegaskan bahwa Allah-lah yang mempersatukan hati orang-orang yang beriman, meskipun sebelumnya mereka mungkin memiliki perbedaan dan permusuhan,” ucap Ustadz Syamduddin Ramadhan.

“Persaudaraan yang didasarkan kepada prinsip-prinsip aqidah Islamiyah, itu terkadang bisa jauh lebih kuat dibandingkan ikatan-ikatan atau persaudaraan yang didasarkan kepada nasab,” tegas Ustad Syamsuddin”. (Ustadz Syamsuddin Ramadhan An Nawiy)

Dalam ayat lain, Ustadz Syamsuddin merujuk pada surat Al Hujurat ayat 10:

Innamal-mu`minụna ikhwatun fa aṣliḥụ baina akhawaikum wattaqullāha la’allakum tur-ḥamụn

Artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Pada ayat ini, menurut Ustadz Syamsuddin, ketika kita bisa bersatu karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala,   maka sesungguhnya Allah mencintai kita. Karena diantara sifat orang-orang beriman itu adalah bersaudara dengan orang beriman yang lain.

Bahkan, merujuk pada tafsir sejumlah ulama termasuk ulama besar Qurtubi, disebutkan bahwa ukhuwah yang dilandasi ikatan akidah karena kecintaan kepada Allah SWT, itu bisa melebihi hubungan saudara berdasarkan hubungan nasab (pertalian darah).

Ia mencontoh, hubungan saudara karena nasab bisa putus karena perbedaan agama. Kalau misalnya ada orang tuanya muslim, lalu anaknya menjadi kafir. Maka tidak lagi bisa saling mewarisi.

“Jadi bahwa persaudaraan yang didasarkan kepada prinsip-prinsip aqidah Islamiyah, itu terkadang bisa jauh lebih kuat dibandingkan ikatan-ikatan atau persaudaraan yang didasarkan kepada nasab,” tegas Ustad Syamsuddin.***

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *