Press "Enter" to skip to content

Flu Babi dan ISPA Menyasar Anak-anak di Dusun Datai, Riau

Social Media Share

Virus Influenza A/H1pdm09 terdeteksi sebagai salah satu penyebab kematian anak di Dusun Datai, Riau. (Foto: Ist)

JAKARTA, NP – Lonjakan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, membuka sorotan terhadap masalah sanitasi, gizi, dan akses kesehatan di wilayah pedalaman.

Hingga 23 November 2025, tercatat 224 warga mengalami gangguan pernapasan. Seluruh pasien kini membaik, namun lima anak dilaporkan meninggal. Hasil laboratorium menunjukkan kelima anak tersebut terinfeksi Influenza A/H1pdm09 dan Haemophilus influenzae. Influenza A/H1pdm09, atau dikenal sebagai flu babi, pernah menjadi wabah global pada 2009.

Penyelidikan epidemiologi mengungkap minimnya fasilitas kesehatan dasar di Dusun Datai. Wilayah ini tidak memiliki MCK maupun tempat pembuangan sampah, ventilasi rumah buruk, dan aktivitas memasak dengan kayu bakar dilakukan di ruang yang sama dengan tempat tidur. Kondisi ini meningkatkan risiko penularan ISPA, terutama pada anak-anak.

Selain masalah lingkungan, banyak warga yang mengalami gizi kurang dan cakupan imunisasi rendah. Hasil laboratorium menunjukkan adanya kombinasi infeksi flu babi, pertusis, adenovirus, dan bocavirus. Temuan ini memperkuat analisis bahwa status gizi buruk dan rendahnya kekebalan tubuh membuat warga rentan terhadap penyakit.

Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kemenkes, Sumarjaya, menegaskan kondisi lingkungan menjadi faktor utama penyebaran penyakit.

“Kami menemukan rumah padat, ventilasi minim, nyamuk banyak, dan warga terpapar asap kayu bakar setiap hari. Situasi seperti ini membuat penyakit pernapasan lebih mudah menular, terutama pada balita,” ujarnya, Selasa (25/11/2025).

Ia menekankan bahwa krisis ISPA bukan sekadar persoalan medis, tetapi terkait sanitasi, perilaku hidup, dan akses layanan kesehatan.

“Jika kondisi sanitasi, gizi, dan kebiasaan sehari-hari tidak diperbaiki, penularan akan terus berulang,” kata Sumarjaya.

Sebagai respons, Kemenkes bersama pemerintah daerah melakukan pengobatan massal, intervensi gizi, dan perhatian khusus untuk balita serta ibu hamil melalui pemberian makanan tambahan, vitamin, dan pemantauan kesehatan. Edukasi terkait etika batuk, penggunaan masker, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) juga diperluas.

Tim kesehatan melakukan pengambilan sampel tambahan untuk memastikan tidak ada patogen lain yang beredar, mengingat variasi gejala dan temuan multipatogen sebelumnya.

Untuk langkah jangka panjang, Kemenkes dan pemerintah daerah menyiapkan perbaikan lingkungan, mulai dari pembuatan tempat pembuangan sampah, kerja bakti area rawan nyamuk, hingga pemisahan area memasak dan tidur di rumah warga. Media KIE juga disiapkan untuk edukasi berkelanjutan di sekolah-sekolah terpencil.

Sumarjaya menegaskan, penanganan tidak berhenti pada pengobatan kasus. Intervensi lingkungan dan gizi akan dilakukan secara bertahap di Dusun Datai dan tujuh dusun terisolir lainnya.

“Kami ingin memutus siklus kerentanan ini. Intervensi lingkungan dan gizi adalah kunci agar kejadian seperti ini tidak terulang,” ujarnya. (red)

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *