JAKARTA, NP – Enggang Gading merupakan jenis burung Enggang terbesar di Asia yang biasanya dijumpai pada hutan tropis di wilayah Pulau Kalimantan dan Sumatera. Satwa yang mampu bersuara dengan nada suara keras yang khas (maniacal laugh) hingga terdengar jelas sampai sejauh 3 Km ini mempunyai peran penting dalam kelestarian hutan. Namun berdasarkan daftar IUCN tahun 2018 burung Enggang Gading telah termasuk dalam satwa berstatus terancam punah (Critically Endangered), sebagian besar akibat tingginya tingkat perburuan liar, perdagangan ilegal, dan juga tingkat perkembanganbiakan yang lambat. Upaya merawat keberadaan satwa ini di alam mendesak untuk dilakukan.
Seperti kebanyakan motif perdagangan ilegal satwa liar, keindahan bagian tubuh satwa menjadi komoditas utama yang diperdagangkan. Enggang Gading yang memiliki ukuran panjang tubuh berkisar antara 110-120 cm serta panjang sayap antara 42-48 cm diketahui memiliki keindahan, yaitu pada balung padat berwarna oranye dan merah padam di atas paruhnya yang memiliki nilai seni dan estetika yang sangat menarik bagi sebagian kalangan sebagai hiasan, seperti bagi para kaisar di negeri Cina sejak masa Dinasti Ming. Selain itu balung Enggan Gading juga memiliki nilai magis sebagai simbol keberanian, keagungan, kepemimpinan, pelindung, serta jembatan antara roh leluhur bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan. Kondisi ini yang memperlemah keberadaan Enggang Gading di alam.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan satwa ini dalam daftar satwa yang dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018. Upaya konservasi juga terus dilakukan oleh Ditjen KSDAE KLHK melalui penetapan Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Enggang Gading 2018-2028 yang digunakan sebagai acuan oleh para pihak dalam melaksanakan 5 (lima) strategi dan program konservasi Enggang Gading.
Upaya ini ditindaklanjuti di tingkat tapak salah satunya oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar) sebagai Unit Pelaksana Teknis KLHK. Bekerja dengan Yayasan Planet Indonesia (YPI), BKSDA Kalbar mengimplementasikan aksi nyata Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Enggang Gading tingkat tapak melalui program Pengelolaan Populasi dan Habitat Enggang Gading yang isinya antara lain penelitian terhadap ekologi dan perilaku Enggang Gading, monitoring populasi dan monitoring habitat, SMART Patrol, pemberdayaan masyarakat serta merehabilitasi dan merestorasi kawasan habitat Enggang Gading di dalam dan di luar kawasan konservasi.
Penelitian terhadap ekologi dan perilaku Enggang Gading dari program tersebut selama kurun waktu tiga tahun terakhir pada dua lokasi kawasan konservasi yang dikelola BKSDA Kalbar, diketahui menghasilkan 68 (enam puluh delapan) titik perjumpaan dari 353 (tiga ratus lima puluh tiga) titik pengamatan. Selain itu, penelitian ekologi dan perilaku Enggang Gading yang juga telah didukung dengan kegiatan lain dalam pengumpulan datanya, serta pengamanan prefentif kawasan dengan melibatkan masyarakat melalui SMART Patrol, diketahui sampai tahun 2019, telah mampu membentuk 6 Tim untuk melakukan patroli di kawasan selama 517 hari dengan jangkauan telah mencapai 3.107 Km. Selain mencatat perjumpaan satwa liar dan aktifitas masyarakat dalam kawasan konservasi, mereka juga melakukan sosialisasi penyadartahuan pentingnya menjaga alam dan ekosistemnya, salah satunya terkait perlindungan Enggang Gading.
Efek positif dari program penelitian yang melibatkan SMART Patrol adalah mampu menurunkan gangguan terhadap kawasan konservasi oleh aktifitas masyarakat dalam kawasan. Bukti penurunan aktifitas masyarakat dalam kawasan dapat dilihat dengan adanya kesadaran masyarakat yang sukarela menyerahkan senjata api rakitan sebanyak 115 unit di dua lokasi wilayah penyangga kawasan konservasi yang dikelola BKSDA Kalbar.
“Setiap kerja konservasi itu selalu menghadapi tantangan yang cukup kompleks. Demikian juga dengan konservasi Enggang Gading. Untuk itu diperlukan solusi menyeluruh yang menyentuh pada banyak aspek. Upaya konservasi Enggang Gading yang dijalankan semestinya tidak semata-mata hanya menjaga satwanya ataupun ekosistemnya saja, melainkan juga harus menggarap aspek sosial kemasyarakatannya juga serta merubah cara pandang masyarakat terhadap satwa dan ekosistemnya. Dengan demikian diharapkan upaya yang dilakukan dapat berdampak luas dan berjangka panjang.” ujar Kepala BKSDA Kalbar, Sadtata Noor Adirahmanta di Pontianak dalam rilis tertulis KLHK, Jumat (5/6).
Oleh karena itu, selain penelitian tadi, BKSDA Kalbar juga mengimplementasikan SRAK Enggang Gading dengan melaksanakan program pemberdayaan masyarakat berbasiskan konservasi, terutama dengan memberikan pendampingan kepada masyarakat yang tinggal di wilayah penyangga kawasan konservasi agar sejahtera, sehingga tidak lagi menggantungkan hidup dari berburu satwa liar seperti Enggang Gading. Program pemberdayaan masyarakat ini berbentuk Pelayanan Usaha Masyarakat berbasis Konservasi (PUMK) di tiap dusun/desa yang bergerak di bidang Agroforestry/Reboisasi, Pertanian Organik, Literasi dan Kesehatan Masyarakat-Lingkungan. Sampai Desember 2019 telah terbentuk sejumlah 10 (Sepuluh) kelompok PUMK dengan total anggota sebanyak 1.439 orang.
Adam Miller , Direktur Eksekutif Planet Indonesia International (PII) selaku mitra kerja BKSDA Kalbar dalam konservasi Enggang Gading dikesempatan terpisah mengatakan, “Enggang Gading merupakan petani hutan yang mampu menyebarkan benih dan buah dengan jelajah yang sangat luas. Sehingga spesies ini merupakan spesies payung yang mampu menjaga hutan serta makhluk lainnya”.
Semoga dengan dukungan peran seluruh elemen, kelestarianEnggang Gading sebagai indikator penting dalam menjaga kelestarian hutan akan tercapai. Dengan demikian tujuan utama untuk melestarikan hutan untuk kesejahteraan masyarakat akan terwujud.(red)
Be First to Comment