JAKARTA, NP – Bukan hal baru jika mengurus izin di Indonesia itu rumit serta berbelit-belit. Untuk itu pemerintah menginisiasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) untuk menyederhanakan perizinan, salah satunya melalui penguatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Sebagai institusi yang memiliki keterkaitan erat dengan RDTR, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyelenggarakan sosialisasi mengenai hal tersebut melalui Talkshow Tata Ruang dengan tema “Pasca UU Cipta Kerja: Kupas Tuntas Reformasi Perizinan Berbasis RDTR” pada Kamis (05/11/2020).
Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Yuliot yang juga sebagai narasumber pada acara kali ini mengatakan selama ini perizinan menjadi faktor pertama menghambat investasi, maka diperlukan Online Single Submission (OSS) untuk mempermudah hal tersebut. “Di dalam sistem yang akan dibangun oleh BKPM yaitu OSS Risk Based Approach (RBA), sistem OSS ini akan diintegrasikan dengan sistem di Kementerian ATR/BPN yang terkait dengan tata ruang yaitu GISTARU dan dengan pelaku usaha atau kegiatan usaha itu sendiri,” ucapnya.
Berdasarkan Pasal 33 PP No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, kabupaten/kota yang sudah memiliki Perda RDTR dan sudah terintegrasi ke aplikasi OSS, izin lokasi akan terbit oleh lembaga OSS tanpa komitmen.
“Tujuan keberadaan OSS bagi investor ialah agar mendapat kepastian untuk izin usahanya (izin lokasi). Hal tersebut akan sangat tergantung pada kecepatan penyusunan dan penetapan RDTR oleh Pemerintah Daerah,” ujar Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri yang juga sekaligus Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi, Sanny Iskandar.
Gubernur Bali, I Wayan Koster menuturkan UUCK ini luar biasa dan membantu Pemerintah Daerah dalam merancang RDTR. “Satu reformasi yang begitu besar dituangkan dalam UUCK ini yang berisi suatu ketentuan komprehensif yang mengharmoniskan sejumlah sektor yang selama ini menjadi ego sektoral yang sulit untuk ditembus dan itu merambat sampai daerah,” tuturnya.
“Sebagai contoh di dalam bidang perizinan seperti di Bali misalnya untuk pembuatan hotel dan restoran antar Kabupaten/Kota itu tidak ada standarnya. Jadi salah satu untuk menstandarkan ini adalah UU CK dan saya berharap dari UU CK ini di bidang perizinan itu perlunya standardisasi perizinan dalam berbagai sektor yang perlu disinkronkan dan diharmoniskan,” tambahnya.
Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany mengharapkan jika RDTR di lakukan sesuai dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) dengan terbuka dan transparan siapapun dapat melakukan investasi, tanpa peduli kekhawatiran terkait kepastian hukum tentang regulasi, tanah, tata ruangnya. “Alangkah indahnya nanti di tahun 2024, di akhir pemerintahan Pak Jokowi menghasilkan legacy yang sangat luar biasa ada peta digital seluruh Indonesia. Dengan RDTR kita ingin melakukan apa di daerah mana, kita ingin berbuat apa di daerah mana dengan kepastian hukum, transparansi dan kepastian yang lainnya,” pungkasnya. (rls)
Be First to Comment