JAKARTA, NP- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Subagyo mengatakan salah satu prinsip dasar yang dipegang Baleg DPR dalam membahas sebuah rancangan undang-undang (RUU) adalah
prinsip kehati-hatian, cermat melihat kebutuhan masyarakat dan bisa memberikan perlindungan terhadap hak-hak warga negara yang harus kita lindungi.
Oleh karena itu, ia mengaku tidak sepakat dengan sejumlah pihak yang mengukur kinerja legislasi DPR dalam pembahasan sebuah undang-undang hanya mendasarkan pada target jumlah prosentase jumlah UU yang dihasilkan dengan berpatokan pada RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
“Kami tidak sepakat bahwa untuk pembahasan undang-undang itu jangan ditargetkan bobot prosentasenya atau jumlahnya, tapi justru kualitas undang-undang itu sendiri,” ujar Firman Subagyo dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema “Menakar Ketercapaian Target RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2023” di Media Center Parlemen, Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Firman mengaku banyak belajar dari pengalaman bahwa banyak sekali dari UU yang dihasilkan dan menurut pandangan pemerintah dan DPR, sudah dianggap kualitasnya bagus. Tetapi tetap saja sebagian masyarakat yang merasa tidak puas mengajukan permohonan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kemudian oleh MK permohonannya diterima sehingga pasal-pasal dalam UU dibatalkan MK.
“Jadi bukan karena berapa persentase yang bisa disajikan tetapi sampai seberapa jauh kualitas undang-undang itu bisa diimplementasikan dan tidak di juducial review,” imbuh Firman.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lucius Karus mengatakan jumlah penyelesaian RUU dalam Prolegnas 2023 masih cukup realistis yang awalnya diputuskan dalam rapat paripurna sebanyak 39 RUU prioritas pembahasan, dan setelah direvisi ditetapkan sebanyak 32 RUU.
Lucius mengaku target penyelesaian RUU berdasarkan kuantitas tetaplah diperlukan sebagai pembanding kinerja legislasi DPR RI. Menurutnya mengapa kuantitas menjadi patokan? Karena sekurang-kurangnya pihaknya bisa melakukan evaluasi terhadap kinerja DPR.
Dalam catatan Formappi, dari 259 RUU Prolegnas 2020 – 2024, hingga akhir tahun 2022, ternyata DPR baru menyelesaikan 20 RUU yang disahkan.
“Jadi silakan dihitung berapa 20 dari 259 RUU. Walau ada banyak penjelasan, misalnya selama hampir 2 tahun ada pandemi yang tentu berdampak pada kinerja DPR,” kata Lucius.
Ia mengaku pesimis target 32 RUU dalam Prolegnas 2023 bisa diselesaikan dengan hasil memuaskan. Sebab, menurutnya tahun 2023 yang sudah masuk tahun politik akan membuat ruang-ruang sidang DPR sepi.
“Karena Mei, Juni itu sudah mulai sibuk. Sudah punya nomor urut sejumlah anggota DPR yang mau maju kembali. Itu sudah pasti akan sibuk berkampanye. Jadi hampir pasti ruang-ruang sidang akan lebih banyak sepi,” ujar Lucius.
Oleh karena itu, ia menikat kesibukan dan kepentingan politik dan kampanye anggota DPR yang menjadi caleg kembali jangan smapai membuat produktifitas kinerja legislasi menjadi rendah.
“Saya kira kesibukan karena urusan politik, tidak selalu harus membuat produktivitas menjadi rendah atau menjadi buruk,” ingat Lucius.(dito)
Be First to Comment