Press "Enter" to skip to content

Masa Pandemi Covid 19, Sumut Kendalikan Kresek dan Blas Padi

Social Media Share

MEDAN, NP – Meski dalam kondisi pandemi Corona virus disease (Covid) 19, pihak Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tetap berupaya mengawal pertanaman padi petani agar ketersediaan beras terjamin aman. Kali ini, penyakit Blight Leaf Bacterial (BLB) kerap disebut Kresek dan blas (rice blast) digusur melalui Gerakan Pengendalian, beberapa waktu lalu.

Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPT PTPH) Dinas TPH Provinsi Sumut, Marino, gerakan pengendalian dilakukan di dua wilayah kelompok tani, yakni Kelompok Tani Jadi dan Sahata Desa Nauli Kecamatan Sigumpar Kabupaten Toba serta kelompok tani Saur Dot Desa Nalela Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba.

“Kresek dan Blas merupakan beberapa penyakit utama padi sawah dan menjadi momok bagi petani dunia, sehingga harus segera kita kendalikan,”ungkap Marino di ruang kerja kawasan Jalan AH Nasution Medan, dalam keterangan tertulis Kementan, Kamis (30/4/2020).

Ia mengemukakan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) seperti Kresek disebabkan oleh patogen bakteri Xanthomonas Oryzae pv. Oryzae (Xoo) bisa menginfeksi tanaman padi pada bagian daun melalui luka atau pun lubang alami seperti stomata, sehingga merusak klorofil (zat hijau) daun. Dampaknya, kemampuan tanaman melakukan fotosintesis akan berkurang.

“Kalau hal itu terjadi pada tanaman padi yang umurnya muda, maka akan mati. Sementara bila dialami tanaman di fase generatif, pengisian gabah menjadi tidak sempurna sehingga dikhawatirkan gabah menjadi hampa,” paparnya.

Marino menambahkan gerakan pengendalian penyakit Kresek dan Blas padi di wilayah Kabupaten Toba itu melibatkan anggota kelompok tani Jadi dan Sahata bertajuk ‘Gerakan SPOT STOP’. Gerakan yang digaungkan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian ini maksudnya, kata Marino, SPOT merupakan sumber serangan dan STOP berarti dikendalikan (berhenti).

“Dengan kata lain, Gerakan SPOT STOP merupakan tindakan yang dilakukan secara dini untuk mengendalikan sumber serangan OPT agar tidak menyebar dan menimbulkan kerusakan. Bapak Dirjen Tanaman Pangan Suwandi mewanti-wanti untuk dilakukan gerakan SPOT STOP saat serangan OPT mulai mengganggu pertanaman dengan koordinasi yang baik antara petugas lapang dan petani,” jelasnya.

“Gerakan SPOT STOP dilakukan petugas POPT-PHP (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan-Pengamat Hama Pertanian, Red) bersama anggota kelompok tani Jadi dan Sahata dalam upaya mengamankan produksi padi,” sambung Marino.

Secara terpisah, Koordinator POPT-PHP Toba, Jasminto Siahaan menjelaskan Gerakan SPOT STOP dilakukan pada tanaman padi fase vegetatif di areal seluas 35 hektar (ha) sebagai respon cepat sebelum menyebarnya serangan Kresek dan Blas ke fase generatif. Hal itu berdasarkan hasil pengamatan petugas POPT-PHP pada pertanaman padi sawah varietas lokal usia 40-60 hari setelah tanam di areal yang terserang seluas 30 ha dan luas waspada berkisar 85 ha.

“Kami berjanji untuk melakukan pengamatan lanjutan bersama petugas lapang setelah pengaplikasian pengendalian. Apalagi, para petani berencana melakukan gerakan pengendalian secara swadaya pada waktu dekat sebagai tindak lanjutnya,” ungkapnya.

Kepala Dinas TPH Provinsi Sumut, Dahler Lubis menyambut positif rencana para petani untuk melakukan gerakan pengendalian secara swadaya. Pasalnya, upaya yang dilakukan selama ini sebatas mengajarkan kepada para petani bagaimana cara mengendalikan hama dan penyakit tanaman secara massal dan serentak agar bisa dilakukan saat para petani menghadapi masalah serupa, tanpa bergantung kepada pihak lain.

“Rencana para petani melakukan gerakan pengendalian secara swadaya patut kita acungkan jempol. Ini salah satu indikasi keberhasilan dalam memberikan stimulan gerakan pengendalian kepada para petani,” kata Dahler.

Dahler pun mengingatkan para petani untuk selalu mengamati pertumbuhan tanaman padinya. Sebab penyakit Kresek dan Blas berpotensi menyerang semua fase pertumbuhan, baik sejak persemaian hingga menjelang panen.

Dahler juga menyarankan para petani untuk tidak berlebihan menggunakan pupuk Nitrogen pada tanaman padi, selain tetap memanfaatkan pupuk Kalium.

“Para petani harus lebih cermat menggunakan pupuk untuk kebutuhan tanamannya agar terhindar dari serangan hama dan penyakit,” sebut Dahler.

Lebih lanjut Dahler mengaku bahwa oihaknya juga mengapresiasi para petugas POPT-PHP yang telah bertugas secara maksimal dalam upaya mengawal pertanaman padi di wilayah Sumut. Hal ini sesuai dengan amanah yang diberikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk tetap melakukan pengawalan dalam kondisi apapun.

“Karena petani dan petugas lapang adalah garda terdepan yang menyediakan pangan bagi rakyat Indonesia,” tandasnya.(red)

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *