Press "Enter" to skip to content

Kolaborasi Kementan – BKKBN, Perkuat Ketahanan Pangan

Social Media Share

JAKARTA, NP – Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, mengatakan  sinergitas antara Kementerian Pertanian dan Badan Kependudukan  dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) harus ditingkatkan dan diperluas untuk memperkuat ketahanan pangan. Menuju Indonesia Emas 2045.

“Apa jadinya negara kalau penduduk tidak terkendali dengan baik dan makanan untuk penduduk tidak disiapkan dengan tepat,”tambah Mentan dalam webinar series 5 “Mewujudkan Indonesia Emas 2045 Melalui Pembangunan  Berwawasan Kependudukan” dengan tema “Ketahanan dan Swasembada Pangan 2045 dalam Hubungan dengan Kualitas Sumber Daya Manusia, di Kantor Pusat BKKBN, Jakarta, Senin (9/11/2020).

Menurut Mentan alam Indonesia sangat menjanjikan. “Resources kita luar biasa, bisa ditanami apa saja. Apalagi didukung dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa. Ini potensi besar,”jelas Mentan. “Intervensi apa yang harus dilakukan? “tanya Mentan.

“Konsepsi-konsepsi ini yang harus  diwujudkan bersama. Utamanya terkait tentang stunting,” ujar nya. Diungkapkan Kementan, bahwa  kementeriannya telah mengembangkan tiga pendekatan dalam upaya mengembangkan sektor pertanian. Yakni Maju, Mandiri dan Modern. “Ini pilihan dan tidak boleh di stop. Harus ada perubahan,” tandas Mentan.

“Intervensi terhadap riset, ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilakukan. Kesuksesan yang sudah dicapai harus memunculkan  terobosan-terobosan baru. Untuk itu, negara harus menjadi pelopornya,” ujarnya. Di bagian lain, penduduk yang banyak harus mendapatkan kecukupan dalam pangan. Bila tidak tersedia akan menjadi malapetaka bagi negara. “Security food menjadi solusi permanen yang harus  dilakukan,” ujar Mentan.

Pertanian, adalah solusi utama bagi persoalan penduduk. Lapangan kerja hasilnya tidak langsung bisa dirasakan. Yang mampu memutar ekonomi adalah pertanian. Desa dan kecamatan yang baik adalah bila terpenuhi pertaniannya. Ia juga mengingatkan para kepala daerah agar mempersiapkan ketahanan pangan sebagai  kebutuhan dasar penduduk. Termasuk dalam hal penanganan stunting.

BKKBN harus melekat dan sejalan dengan pertanian. Kita siap gunakan infrastruktur BKKBN untuk memperkuat ketahanan pangan berkolaborasi dengan BKKBN.

Sementara itu, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo dalam paparannya dengan tema “Ketahanan Pangan sebagai Investasi Menuju SDM Berkualitas,” mengatakan bahwa saatnya kini BKKBN harus berpikir tentang produk pertanian dan gizi.

“BKKBN berjuang untuk keluarga menjadi mandiri, berkualitas dan bahagia. Namun dengan adanya pandemi Covid 19, pada Maret terjadi kenaikan keluarga miskin,” ujar Hasto. Berangkat dari fakta itu, Hasto mengatakan kontribusi konsumsi makanan menjadi sangat penting karena mempengaruhi tingkat kemiskinan masyarakat. Keluarga berkualitas dan mandiri, lanjutnya, sangat berpengaruh terhadap penurunan keluarga miskin.

“Setidaknya 73 persen makanan mempengaruhi kemiskinan,” tutur Hasto. Lebih lanjut Hasto mengatakan bahwa pembinaan kehidupan keluarga harus juga dilakukan di daerah rawan pangan.  “Mereka kita intervensi dengan mempertimbangkan bahwa  ketahanan pangan tiap wilayah berbeda-beda. Intervensi ini di antaranya terkait dengan penurunan kasus stunting dan juga mengendalikan Total Fertility Rate (TFR),” ujar Hasto.

Menurut Hasto,  hadirnya era bonus demografi di Indonesia di mana setiap  100 penduduk  menanggung 46 penduduk  yang tidak produktif di 2024 harus disikapi dengan tepat. “Dengan peluang ini kesempatan Indonesia punya SDM unggul tidak lama lagi. Window of opportunity tidak lama lagi dan kita segera masuk ke  aging population pada 2035,” jelas Hasto. “BKKBN merasa berkepentingan  untuk ikut mewujudkan SDM tidak hanya kuantitas tapi juga kualitasnya. Maka, harus didukung gizi, nutrisi dan hasil pertanian yang baik,” kata Hasto.

Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN, Dwi Listyawardani, selaku pemandu webinar mengungkapkan, laju pertumbuhan penduduk mengalami penurunan signifikan sejak 1970. Diingatkan perlunya kewaspadaan bila terjadi pertumbuhan penduduk yang terlalu  cepat dengan pertumbuhan pangan sesuai dengan teori Maltus.  “Kita harus lihat juga ketahanan pangan nasional terkait dengan  kecukupan gizi di tingkat keluarga dan individu, juga anak-anak,” ujar Dwi.

Sebagai informasi Webinar ini juga menampilkan pembicara Prof. DR. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc, Guru Besar Ekonomi. Paparannya bertema “Disparitas Ketahanan Pangan Antar Daerah dengan Pertimbangan Jumlah Penduduk. (rls)

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *