JAKARTA, NP – Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menghadiri dan menyaksikan penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) IX PT Pertamina (Persero) antara manajemen Pertamina dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) untuk periode 2025–2027 yang berlangsung di Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025).
Dalam kesempatan itu, Menaker Yassierli mendorong Pertamina menjadi role model bagi perusahaan lain, baik BUMN maupun swasta dalam membangun hubungan industrial yang kuat dan progresif. Ia menilai, PKB IX ini merupakan hasil dari proses dialog sosial yang dinamis dan mencerminkan kematangan dalam hubungan kerja.
“Saya berharap Pertamina dapat menjadi contoh bagaimana hubungan industrial Pancasila diwujudkan melalui dialog, musyawarah, dan kolaborasi antara serikat pekerja dan manajemen. Ini menjadi kunci kemajuan perusahaan di masa depan,” ujar Menaker.
Menaker menambahkan bahwa ke depan, Pertamina harus tampil sebagai garda terdepan dalam pengembangan SDM unggul. Ia menekankan pentingnya Pertamina menjadi pusat keunggulan (center of excellence) dan magnet bagi para pakar serta pelaku praktik terbaik (best practices) di bidang ketenagakerjaan.
Menurut Menaker, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam hal produktivitas tenaga kerja. Selama dua dekade terakhir, produktivitas Indonesia stagnan di angka 10 persen dan masih di bawah rata-rata negara ASEAN. Padahal, untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, produktivitas nasional harus ditingkatkan hingga 1,7 kali lipat.
“PR besar bagi Pertamina adalah menjadi lokomotif peningkatan produktivitas nasional. Ini harus menjadi tujuan bersama,” ucapnya.
Menaker juga mengutip sebuah riset yang menyatakan bahwa 50 persen dari skill set yang ada saat ini akan tidak relevan dalam 10 tahun mendatang. Namun, banyak waktu justru masih dihabiskan untuk menghadapi tantangan-tantangan lama, sementara kesiapan menghadapi future jobs belum optimal.
“Yang mengkhawatirkan adalah jika kita meninggalkan pekerja kita tanpa bekal keterampilan yang relevan. Saat itu terjadi, justru tenaga kerja asing yang siap mengambil peran,” katanya.
Menaker juga mengajak serikat pekerja untuk bergerak lebih jauh dari sekadar memperjuangkan isu-isu normatif. Ia mengacu pada teori motivasi Herzberg yang membagi faktor kerja menjadi dua dimensi: hygiene factors (faktor higienis) seperti upah dan lingkungan kerja yang sudah banyak dicapai, dan motivating factors (faktor motivasi) yang mendorong pekerja untuk memberi kontribusi terbaik.
“Motivating factors ini hanya bisa tumbuh melalui kolaborasi yang sehat antara manajemen dan serikat pekerja. Dan kunci dari semuanya adalah penguatan SDM,” ucapnya.(red/hms)
Be First to Comment