Press "Enter" to skip to content

KLHK Gelar Operasi Gabungan Tindak Pelaku Perambahan dan Perusakan Taman Nasional Tesso Nilo

Social Media Share

JAKARTA, NP – KLHK menggelar Operasi Gabungan Penertiban Perambahan dan Pemulihan Keamanan Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Dusun Take Jaya Desa Air Hitam Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Operasi penertiban yang dilakukan pada tanggal 15-19 November 2023 ini melibatkan 370 personil yang terasal dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) LHK, Balai Besar KSDA Riau, Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Dinas LHK Riau, Kepolisian Daerah Riau, Kepolisian Resort Pelalawan, Kodim 0313/KPR, dan Satpol PP Kabupaten Pelalawan serta unsur masyarakat peduli lingkungan.

Operasi gabungan berhasil menertibkan 36 pondok perambah hutan, memutus akses 2 (dua) jembatan perambah hutan dan memusnahkan kurang lebih 600 hektar lahan tanaman kelapa sawit illegal yang baru ditanam dengan umur tanaman kurang lebih 1 tahun. Operasi gabungan ini dilakukan untuk memulihkan keamanan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dari kegiatan perusakan lingkungan dan perambahan yang merusak ekosistmen Taman Nasional dan mengancam habitat satwa liar yang dilndungi, khususnya Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Beruang madu (Helarctos malayanus) dan Tapir (Tapirus indicus).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan bahwa kawasan TNTN sangat penting karena merupakan habitat, rumah bagi satwa liar yang dilindungi seperti Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera. Rusaknya ekosistem Kawasan TNTN tidak hanya mengancam sistem penyangga kehidupan setempat serta keberadaan keanekaragaman hayati dan satwa liar yang dilindungi, akan tetapi dapat meningkatkan potensi terjadi konflik satwa liar dan masyarakat

“Langkah tegas yang dilakukan terhadap perambah dan perusak kawasan tersebut untuk melindungi dan mengembalikan fungsi Kawasan TNTN,” ujar Rasio Sani saat melakukan Konferensi Pers di Pekanbaru, Kamis (30/11).

Dirinya menyatakan tindak tegas harus dilakukan karena kawasan ekosistem dan satwa liar di TNTN telah menjadi perhatian banyak pihak, termasuk masyarakat internasional. Satwa liar seperti Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Beruang dan Tapir ini tidak hanya milik bangsa Indonesia akan tetapi milik dunia.

“Saya sudah perintahkan kepada Direktur Pencegahan dan Pengaman Hutan KLHK dan para penyidik untuk terus melakukan operasi-operasi pemulihan keamanan Kawasan TNTN,” katanya.

Rasio Sani juga memerintahkan untuk menindak tegas para pelaku dengan penegakan hukum pidana berlapis, baik penegakan hukum tindak pidana berdasarkan UU Kehutanan, UU PerlindunganPengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Tindakan tegas yang dilakukan Tim Operasi Gabungan saat ini harus menjadi perhatian dan pembelajaran bagi pelaku lainnya. Perusakan dan perambahan Kawasan TNTN untuk perkebunan sawit ini merupakan kejahatan terorganisir,” tegasnya.

Rasio Ridho Sani menambahkan bahwa upaya operasi penertiban ini merupakan komitmen pemerintah untuk memberantas kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan setelah dilakukan upaya peringatan dan persuasif. Dirinya menegaskan kembali bahwa dia sudah perintahkan kepada penyidik untuk segera menindak kepada aktor intelektual yang memperjualbelikan lahan Kawasan TNTN.

“Agar ada efek jera penegakan hukum pidana berlapis harus dilakukan. Tidak hanya pengenaan acaman pidana kehutanan, maupun lingkungan hidup akan tetapi termasuk pengenaan pidana pencucian uang. Pidana berlapis dilakukan untuk meningkatkan efek jera terhadap penerima manfaat utama (beneficiary ownership)/pemodal ataupun cukong serta memulihkan kerugian lingkungan dan kerugian negara. Disamping pengenaan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda pidana semata,” terang Rasio Sani.

Berkaitan dengan penindakan terhadap pelaku perambahan dan perusakan TNTN, Ditjen Gakkum LHK telah menindak dan membawa 17 orang Tersangka, 15 orang telah mendapatkan Vonis hingga 4 tahun 6 bulan dan denda 2 miliar rupiah, sedangkan 2 perkara masih dalam proses persidangan.

“Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan yang sudah merusak lingkungan, menyengsarakan masyarakat dan merugikan negara dengan pidana berlapis. Saat ini penyidik KLHK telah memiliki kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Kami juga telah membentuk Tim Gabungan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang bersama dengan PPATK,” pungkas Rasio Ridho Sani.

Berkaitan dengan operasi gabungan ini, Direktur Pencegahan dan Pengamanan LHK, Sustyo Iriyono, menegaskan Operasi Gabungan Penertiban Aktivitas Perambahan dan Pemulihan Keamanan Kawasan TNTN merupakan bentuk sinergi dan kolaborasi KLHK, Polda Riau, Polres Pelalawan, Kodim 0313/KPR dan Pemerintah Daerah Pelalawan untuk menekan laju deforestasi Kawasan TNTN yang saat ini terancam oleh aktivitas perambahan dan illegal logging. Dalam pengamanan Kawasan TNTN, KLHK selalu mengedepankan upaya persuasif, pre-emtif dan preventif, namun tindakan penertiban dan yustisi juga diperlukan jika aktivitas ilegal di dalam Kawasan TNTN masih terus terjadi setelah berlakunya UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) sebagaimana telah diubah Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

“Terhadap kegiatan usaha kebun sawit yang lainnya, akan kami lakukan identifikasi dan inventarisasi,” tegas Sustyo.

Sustyo mengapresiasi dukungan para pihak seperti Polda Riau, Polres Pelalawan, Kodim 0313/KPR, Dinas LHK Riau dan Satpol PP Kabupaten Pelalawan, unsur masyarakat pro lingkungan serta mass media dalam penertiban perambahan hutan seperti ini. Pasca Operasi ini, pihaknya akan menugaskan personil untuk melaksanakan kegiatan Patroli Gabungan dan tidak segan-segan menindak pelaku apabila masih mencoba-coba melakukan aktivitas perambahan kembali.

Aktivitas perambahan di Kawasan TNTN dilakukan dengan modus diawali jual beli lahan oleh salah satu oknum warga Dusun Take Jaya, Desa Air Hitam kepada masyarakat pendatang yang ingin membuat kebun sawit, dominan warga dari Kabupaten Indragiri Hulu dan luar Provinsi Riau. Ada sekitar 80 orang yang yang telah membeli lahan Kawasan TNTN tersebut. Setelah mereka membeli lahan, selanjutkan mereka melakukan penebang pohon, kemudian lahan yang telah dilandclearing tersebut ditanam sawit dan dibangun pondok untuk tempat tinggal sementara. Tim Operasi Gabungan telah mengantongi identitas para pelaku dan aktor intelektual yang terlibat dalam aktivitas pembukaan lahan dan perambahan Kawasan TNTN segera akan dilakukan penyelidikan guna dimintai keterangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan ilegal tersebut.

“Terhadap para pelaku pembukaan lahan dan perambahan hutan diduga melanggar Pasal 50 ayat (2) huruf a “setiap orang dilarang mengerjakan, menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah” Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 7,5 Milyar”. Ancaman pidana semakin berat dengan dikenakan pidana berlapis,” jelas Sustyo.

Sementara itu, Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro, menyatakan pihak Balai TNTN selaku pengelola TNTN telah berupaya menghentikan aktivitas perambahan tersebut. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan pemerintah setempat, sekaligus sosialisasi dan memberikan peringatan kepada para pelaku perambahan untuk tidak melakukan perambahan hutan untuk kebun sawit dan membangun pondok tempat tinggal di dalam Kawasan TNTN secara tidak sah. Namun, peringatan tersebut tidak diindahkan oleh mereka, sehingga upaya penertiban perlu dilakukan agar kelestarian hutan primer TNTN terjaga.(red)

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *