BOYOLALI, NP – Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo, berharap pemerintah kabupaten dan kota memiliki perangkat Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) non PNS (Pegawai Negeri Sipil) dalam menggerakkan program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana).
Saat ini hanya beberapa provinsi atau kabupaten-kota yang memiliki penyuluh KB non PNS. Salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat.
“Penyuluh KB non PNS di Jawa Tengah tidak ada yang digerakkan dari pemerintah provinsi,” ujar dr. Hasto Wardoyo kepada wartawan usai bertemu Bupati Boyolali (Jateng) di Pendopo Kabupaten Boyolali, Jumat (15/10/2021).
Pertemuan ini merupakan rangkaian road show dua hari Hasto di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, dalam rangka menyampaikan bantuan anggaran dan kegiatan BKKBN kepada pemerintah kabupaten/kota dalam program vaksinasi bagi keluarga dan program pendampingan keluarga untuk percepatan penurunan stunting.
Sehari sebelumnya, dr. Hasto telah bertemu dengan Bupati Indramayu, Bupati Majalengka, Bupati Pekalongan, dan Wakil Walikota Semarang.
Mencontohkan Kabupaten Boyolali, dr. Hasto mengatakan bahwa wilayah ini tidak memiliki PLKB non PNS. Padahal terdapat 267 desa namun ditangani hanya oleh 31 PLKB.
Bagi daerah yang memiliki jumlah PLKB terbatas, dr. Hasto berharap agar para bupati mengajukan formasi tersebut. Sehingga program Bangga Kencana hingga percepatan penurunan stunting dan vaksinasi Covid-19 bagi keluarga di daerah berjalan optimal.
Mengutip data yang ada, dr. Hasto menyebut program vaksinasi Covid-19 di Jawa Tengah berjalan dengan bagus. Capaiannya sebesar 60 persen. Sementara cakupan lansia yang sudah divaksinasi di Kabupaten Boyolali terbilang cukup tinggi.
Demikian juga angka stunting di Jateng, berdasarkan data, cukup bagus. Saat ini prevalensi stunting di provinsi itu 8,7 persen, di antaranya di Solo sebesar 6 persen. Capaian ini jauh di bawah kondisi nasional yang di 2019 berada di level 27 persen.
Bandingkan dengan Jabar yang beberapa kabupatennya memiliki prevalensi stunting di atas 27 persen, di antaranya Kabupaten Majalengka.
Sementara itu, usai bertemu dengan dr. Hasto Wardoyo, kepada awak media Bupati Boyolali, Mohammad Said Hidayat, menyatakan apresiasinya kepada BKKBN yang sudah memberikan dukungan terhadap vaksinasi Covid-19 bagi keluarga di Kabupaten Boyolali.
“Dengan bergerak bersama seperti ini langkah upaya percepatan dalam rangka penanganan Covid-19 dapat segera tertangani dengan baik,” ujar Said Hidayat berharap.
Hingga saat ini cakupan layanan vaksinasi Covid-19 sudah menyentuh 72% dari total penduduk Kabupaten Boyolali yang layak vaksinasi. Sementara cakupan vaksinasi untuk kaum lansia mencapai 52%.
“Tinggal kita terus bergerak, ditambah lagi dukungan BKKBN, maka gerakan vaksinasi ini akan jauh lebih cepat dan daya dukung ruang gerak masyarakat akan jauh lebih baik ke depan,” ujar Said Hidayat berharap.
Walau vaksinasi di Boyolali sudah mencapai 72% dan PPKM sudah turun ke level 2, dalam pelaksanaan vaksinasi, Pemkab Boyolali tetap menaati protokol kesehatan.
Selain gerakan vaksinasi Covid-19 bagi keluarga yang bakal menyasar 22.000 orang, Pemerintah Kabupaten Boyolali juga menggiatkan program pendampingan keluarga untuk lebih mempercepat penurunan prevalensi stunting.
Saat ini persentase kasus stunting di Kabupaten Boyolali pada Februari 2021 tercatat 8,7 persen. Capaian ini di bawah nasional yang di 2019 berada di level 27 persen.
“Jangan ketika kita
menyelesaikan masalah Covid-19, tetapi abai dengan persoalan yang lain. Ini juga (pendampingan keluarga) sangat penting karena menyangkut generasi ke depan yang lebih hebat,” urai Said Hidayat.
Said Hidayat mengatakan dalam pertemuan itu Kepala BKKBN menyampaikan bahwa Kabupaten Boyolali mendapat bantuan dari BKKBN sebesar Rp 6,5 miliar untuk program vaksinasi Covid-19 bagi keluarga dan program pendampingan keluarga untuk percepatan penurunan stunting. Penganggaran ini dialokasikan hingga akhir Desember 2021.
Sementara di Kota Semarang, dr. Hasto Wardoyo diterima Wakil Walikota Semarang, Hevearita G. Rahayu, pada Kamis (14/10/2021) malam.
Dalam kesempatan itu, Hevearita menyatakan, Pemkot Semarang berkomitmen menurunkan angka stunting secara masif agar tercipta zero stunting. Sehingga bisa menjadi tolak ukur daerah lain.
Dari arahan Kepala BKKBN terkait penanganan stunting, menurut Hevearita, Kota Semarang dijadikan pilot project di Indonesia. Sebuah pilot project penurunan angka kematian ibu, bayi, dan stunting. Lokasinya berada di wilayah Kelurahan Tanjung Mas.
Kelurahan Tanjung Mas merupakan wilayah pesisir dengan tingkat kemiskinan dan stuntingnya sangat tinggi. “Lokasi ini dijadikan pilot project sangat tepat,” ujar Hevearita.
Di Kelurahan Tanjung Mas terdapat sekitar 79 keluarga yang diintervensi, 12 ibu hamil yang alami anemia dan empat lainya kekurangan energi kronis (KEK).
Dia mengatakan, warga yang mengalami kekurangan gizi sejak 1 Oktober hingga 31 Desember 2021 mendapatkan asupan gizi berupa makanan tambahan dengan anggaran yang disiapkan mencapai Rp 360 juta.
Sementara itu, dr. Hasto Wardoyo yang mendapatkan informasi dari Wakil Walikota, bahwa Kota Semarang memiliki penduduk 1,6 juta dan angka stuntingnya 3 persen. “Ini luar biasa, saya belum menemukan di kota kota lain, bahkan rata-rata 6 persen,” tandas dr. Hasto
Kunci dari keberhasilan Kota Semarang menekan angka stunting, menurut dr. Hasto, karena sistem yang dikerjakan terstruktur, sistematis, dan dikeroyok dari segala penjuru.
“Kebijakan Pemkot Semarang sangat baik. Semua kelurahan ada bidannya. Ibu hamil di sini juga ada sistem pengawalannya. Jadi, kami optimis Semarang sangat layak menjadi pilot project secara nasional,” ujar dr. Hasto. (Rls)
Be First to Comment