Press "Enter" to skip to content

BKKBN Akui Pandemi Covid 19 Pengaruhi Kesertaan Masyarakat Ber-KB

Social Media Share

Hasto Wardoyo. (Foto: ist)

JAKARTA, NP – Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, penurunan jumlah akseptor KB harus diwaspadai dan di antisipasi. Termasuk di musim pandemi Covid-19 saat ini. Hasto Wardoyo mengakui bahwa pandemi Covid-19 telah mempengaruhi capaian kesertaan masyarakat dalam ber-KB.

“Alat atau obat kontrasepsi berkorelasi erat dengan kualitas sumber daya manusia unggul. Karena itu, penurunan jumlah akseptor KB harus diwaspadai dan di antisipasi. Termasuk di musim pandemi Covid-19 saat ini,”ujar Hasto ketika membuka acara puncak Hari Vasektomi Sedunia dan Hari Kesehatan Nasional 2020, di Jakarta, Rabu (2/12/2020).

Hasto Wardoyo mengakui bahwa pandemi Covid-19 telah mempengaruhi capaian kesertaan masyarakat dalam ber-KB. “Di tengah pandemi,  masalah layanan kontrasepsi menjadi perhatian khusus kami karena KB menjadi bagian sumber kesejahteraan keluarga,” ujar Hasto.

Sejak awal Maret, April, dan Mei 2020 terjadi penurunan signifikan peserta KB. Kondisi ini terjadi karena keengganan masyarakat  untuk datang ke  dokter/bidan praktek swasta, klinik hingga fasilitas kesehatan yang membuka pelayanan KB.

Sebaliknya, ada pula dokter yang mengurangi jumlah pelayanan. Atau tidak membuka  praktek sementara waktu. Keadaan ini menyebabkan penurunan jumlah akseptor tidak bisa dihindari.

Kondisi ini, bagi BKKBN, sangat mengkhawatirkan. Apalagi bila dikaitkan dengan kasus stunting yang saat ini masih tinggi, mencapai 27 persen. Padahal di 2020 ini target pemerintah turun menjadi 14 persen.

“Antara spacing dan stunting sangat berkorelasi. Karena itu berikan jarak antar kelahiran. Idealnya tiga tahun,” ujar Hasto. Lanjut Hasto, “Kesuksesan  menjaga jarak kehamilan,   kesuksesan memberikan ASI ekslusif, dan kesuksesan dalam pengendalian kelahiran akan melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang maju.”

Pada bagian lain penjelasannya, Hasto Wardoyo  mengingatkan bahwa peluang terjadinya bonus demografi tidak berulang dua kali, walau secara teori bisa saja. Untuk Indonesia, bonus demografi pertama akan diraih pada 2025 dengan angka ketergantungan 46. Artinya, 100 orang produktif menanggung 46 orang yang tidak produktif, di antaranya anak-anak dan lansia. “Kesempatan  meraih sejahtera, menjadi kaya, dan maju negara ini adalah saat ada peluang bonus demografi,” tandas Hasto.

Jepang adalah salah satu negara yang berhasil memanfaatkan peluang bonus demografi.  Pendapatan per kapita dan ruang fiskalnya naik signifikan.  “Semua itu diraih saat terjadi bonus demografi,” katanya.

Untuk itu Hasto mengingatkan masyarakat betapa pentingnya menciptakan generasi unggul di saat negara ini memasuki  bonus demografi. “Tahun 2035 window of opportunity itu akan lewat. Negara kita masuk aging population. Walau kita berharap ada bonus demografi tahap kedua, tapi kita tidak boleh optimis,” ujar Hasto mengingatkan.

Menurut Hasto, saat ini peluang bonus demografi masih dihadapkan pada tantangan “unmet need” KB (mereka yang ingin KB tapi belum terlayani)  dan “unwanted pregnancy”   (kehamilan yang tidak diinginkan). Rerata nasional persentasenya masing-masing 12 persen dan 17 persen.“Ada daerah yang angka unwanted pregnancy 9 persen, ada yang 26 persen. Disamping itu kita berharap lansia usia 65 tahun tetap produktif. Jadi, masih ada ruang bagi kita untuk bekerja lebih keras lagi. Memang butuh energi luar biasa untuk mencapai hasil sesuai harapan,” jelas Hasto.

Untuk mengejar target yang ada, termasuk dalam memperbanyak kesertaan KB pria, BKKBN mengembangkan empat strategi. Yakni, regulasi, rantai pasok, ketersediaan alat/obat kontrasepsi, dan anggaran.

Regulasi, menurut Hasto, telah disesuaikan di mana kini Penyuluh KB (PKB) ataupun Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) bisa ikut mendistribusikan  kontrasepsi kepada masyarakat.

Demikian halnya mata rantai pasok kontrasepsi, harus sampai ke pihak-pihak yang membutuhkan, hingga ke masyarakat secara gratis. “Kami tidak membeda-bedakan fasilitas kesehatan. Semua bisa akses alat dan obat kontrasepsi secara gratis sesuai aturan,” ujar Hasto.

Terkait ketersediaan alat/obat kontrasepsi, Hasto mengatakan saat ini BKKBN telah menyediakan susuk KB satu batang. Melalui  Program KB Rumah Sakit yang digalakkan kembali, Hasto berharap susuk KB satu batang bisa dipopulerkan. Susuk ini memiliki masa pakai tiga tahun.

Sementara itu akseptor yang menginginkan suntik dan tetap menstruasi, juga sudah disiapkan BKKBN. “Sebanyak 4,8-5 juta orang  melahirkan tiap tahun. Mereka perlu  mendapat pelayanan KB di klinik, rumah sakit dan provider,” ujar Hasto.

Hasto juga menjelaskan bahwa di 2021, anggaran penggerakan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk program KB tidak lagi didistribusikan ke tingkat provinsi.  Tapi langsung ke pemerintah kabupaten dan kota.  Total nilainya sebesar Rp400 miliar. Sebelumnya, saat masih ditangani Pemerintah Provinsi, jumlahnya Rp60 miliar.

Pada bagian lain penjelasannya, Hasto mengatakan tentang peran pria dalam program KB sangatlah rendah. Padahal peran pria penting dalam membangun kesetaraan.

Saat ini, menurut data BKKBN, hanya 3 persen pria ber-KB. Sebesar 0,3 persen adalah vasektomi dan selebihnya KB kondom. Mengapa rendah? Menurut Hasto kepada wartawan, karena masih kentalnya mitos bahwa vasektomi sama dengan kebiri sehingga mengakibatkan impoten.

Juga adanya anggapan bahwa vasektomi adalah memotong saluran sperma. Atau istri yang khawatir jika suaminya vasektomi karena bisa “suka-suka”.

“Vasektomi itu pengikatan saluran, bisa dipulihkan kembali dengan rekanalisasi. Ini perlu dijelaskan, bahwa KB itu tanggungjawab suami-istri. Bukan hanya istri saja. Perlu sosialisasi ke ulama juga,” jelas Hasto.

Agar kesertaan KB vasektomi meningkat, BKKBN memberi insentif Rp300.000 per peserta vasektomi. “Sebagai uang pengganti ketika mereka beristirahat sehabis vasektomi. Bahkan ketika saya bupati, saya beri satu ekor kambing untuk setiap mereka yang mau divasektomi,” urai Hasto.

Dalam rangkaian peringatan ini, BKKBN menggelar pelayanan KB  yang difokuskan pada pelayanan Kontrasepsi Mantap yaitu pelayanan KB MOW (tubektomi) dan Pelayanan KB MOP (vasektomi) dengan target total sebesar 10.500 akseptor. Rinciannya, MOP  552 akseptor. MOW 9.948 akseptor.

Rangkaian bulan pelayanan Kontap ini diselenggarakan selama 1 bulan sejak tanggal 26 Oktober-sampai  30 November 2020.  Juga digelar antara lain lomba Foto Pelayanan KB MKJP dan Lomba Vlog serta Pencatatan & Pelaporan. (rls)

 

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *