JAKARTA, NP – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK) melalui Tim Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Direktorat Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi LHK, dan Direktorat Penegakan Hukum Pidana LHK, bersama dengan Tim Ahli pada 25 Februari 2023 melakukan verifikasi di lokasi kandasnya kapal pengangkut aspal di Perairan Desa Humene Sihene’asi, Kecamatan Tugala Oyo, Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Kegiatan ini sebagai tindak lanjut dari laporan Bupati Nias Utara kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai kejadian kandasnya MT A pada hari Sabtu, 11 Februari 2023 sekitar pukul 05.00 WIB. Kandasnya kapal MT A disebabkan oleh kebocoran badan kapal sebelah kanan akibat hantaman ombak dan kondisi kapal yang sudah berkarat. MT A merupakan kapal jenis tanker bermuatan ±1.900 ton aspal/bitumen, berbendera Gabon dan membawa 20 awak kapal berkewarganegaraan India. Tumpahan aspal di lokasi mencapai radius 50 km hingga Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Nias Utara (Perairan Toyolawa, Lahewa). Hal ini menyebabkan nelayan setempat tidak dapat melaut dan kehilangan mata pencaharian.
Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Jasmin Ragil Utomo menyampaikan kegiatan verifikasi sengketa lingkungan hidup terhadap kandasnya MT A ini merupakan tahapan awal dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan tahap klarifikasi dan tahap-tahap selanjutnya yang meliputi tahap penghitungan kerugian, dan negosiasi dan/atau fasilitasi.
“Kami menilai penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan lebih efektif dalam penyelamatan kerugian lingkungan hidup/masyarakat terdampak karena proses penyelesaiannya memakan waktu relatif lebih cepat dan dengan biaya lebih murah,” jelas Ragil, dalam rilis.
Kegiatan verifikasi ini dijadwalkan dilakukan mulai sejak tanggal 25 Februari hingga 1 Maret 2023 oleh Tim Verifikasi Sengketa Lingkungan Hidup Gakkum KLHK bersama dengan Ahli Ekotoksikologi, Ahli Valuasi Ekonomi Sumber Daya Pesisir dan Laut, Ahli Terumbu Karang, Ahli Bioekologi Karang, serta Ahli Oseanografi Terapan/Modeling. Ahli tersebut bersifat independen untuk menilai terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, menentukan bentuk dan besarnya kerugian lingkungan hidup/masyarakat terdampak, serta tindakan pemulihan lingkungan yang harus dilakukan oleh MT A.
KLHK dalam hal ini Ditjen Gakkum, dalam melakukan hak gugat pemerintah berdasarkan ketentuan Pasal 90 ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, akan menuntut ganti kerugian lingkungan hidup yang didasarkan atas hasil penghitungan dari ahli valuasi, termasuk tindakan pemulihan pesisir laut yang harus dilakukan oleh Pemilik MT A. Selain itu, KLHK akan memfasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan akibat kerugian masyarakat atas dasar permintaan dari masyarakat terdampak. Kegiatan verifikasi ini dilakukan secara joint survey atau survei gabungan dengan melibatkan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nias Utara, serta Pemilik/Perwakilan dari MT A.
Sementara itu, Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan dampak pencemaran dan/atau kerusakan ekosistem laut akan mengganggu kemampuan jasa ekosistem laut. Bahan pencemar berpotensi mengganggu kehidupan biota laut. “Oleh karena itu, saya telah menginstruksikan tim untuk melakukan upaya penegakan hukum guna mewajibkan MT A mengembalikan kerugian lingkungan hidup dan melakukan pemulihan pesisir dan laut akibat tumpahan muatan MT A,” tegas Rasio.
“Untuk mengamankan ekosistem laut di Indonesia, Gakkum KLHK telah menangani 55 perkara kapal, di mana sejumlah 37 perkara merupakan kerusakan ekosistem laut, 2 perkara merupakan pencemaran laut, dan 16 perkara merupakan perkara pencemaran dan/atau kerusakan ekosistem laut.” tutup Rasio. (red)
Be First to Comment