Press "Enter" to skip to content

Teladani Paus Fransiskus: Diplomasi Kemanusiaan Harus Kedepankan Dialog dan Keadilan

Last updated on 30/04/2025

Social Media Share

Diskusi Dialektika Demokrasi bertema ‘Mengenang Kesederhanaan Paus Fransiskus, Gong Bapak Suci untuk Perdamian Israel-Palestina’ di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025). (Foto: NP)

JAKARTA, NP- Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono mengangkat sosok Paus Fransiskus sebagai teladan moral global dalam mengupayakan perdamaian dunia, khususnya dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.

Dalam sebuah diskusi Dialektika Demokrasi bertema ‘Mengenang Kesederhanaan Paus Fransiskus, Gong Bapak Suci untuk Perdamian Israel-Palestina’ di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025).

Dave menyoroti bagaimana kesederhanaan hidup dan kekuatan moral Paus menjadi fondasi penting dalam diplomasi kemanusiaan.

“Kita sangat terkesima dengan Paus Fransiskus. Di sisa-sisa hidupnya, beliau tetap setia dengan sumpah kesederhanaannya,” ujar Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini.

Ia menekankan bahwa Paus hanya meninggalkan kekayaan sekitar 100 dolar AS dan bahkan selama kunjungannya ke Jakarta memilih menggunakan mobil sederhana Toyota Zenix, bukan kendaraan mewah. Menurut dia, kekuatan simbolik Paus melampaui sekadar kekuatan spiritual.

“Beliau tak memiliki kekuatan militer seperti negara-negara besar, tapi suaranya dalam menyuarakan perdamaian begitu kuat,” katanya.

Dalam konteks konflik Israel-Palestina, Dave menekankan pentingnya belajar dari pendekatan Paus: empati, dialog, dan inklusivitas. Ia juga menyinggung betapa peliknya konflik di Timur Tengah yang telah berlangsung selama ribuan tahun dan menyebabkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal.

“Presiden Prabowo pun telah menawarkan solusi sementara dengan menampung pengungsi untuk memulai proses penyembuhan,” lanjut Dave.

Dave menegaskan pentingnya diplomasi kemanusiaan yang menjunjung prinsip kesederhanaan dan keadilan, sembari mengajak semua pihak untuk terus mendorong proses dialog.

“Selama pintu dialog masih terbuka, berarti masih ada harapan. DPR berperan menjembatani dan terus mendorong forum-forum multilateral agar proses perdamaian tetap hidup,” tuturnya.

Ia mengingatkan bahwa konflik di kawasan seperti Timur Tengah bukan hanya persoalan geopolitik, tetapi berdampak langsung pada kehidupan global, termasuk ekonomi Indonesia.

“Dampak konflik itu nyata, dimana barang jadi mahal, distribusi terganggu. Karena itu, perdamaian bukan hanya idealisme, tapi juga kebutuhan praktis,” sebutnya lagi.

Sebagai penutup, Dave menegaskan bahwa perjuangan untuk perdamaian harus terus dilanjutkan.

“Kita harus mengikuti semangat Paus Fransiskus dalam membangun diplomasi empatik yang mengedepankan dialog dan keadilan bagi semua pihak,” tegas Dave.

Di forum sama, Pengamat Hubungan Internasional, Hikmahanto Juwana menilai sikap Vatikan yang konsisten membela perdamaian dan kemanusiaan menjadi suara penting di tengah konflik yang kian mengarah pada genosida.

“Keberpihakan Paus Fransiskus terhadap perdamaian dan kemanusiaan sungguh luar biasa. Kesederhanaannya dan ketegasannya dalam menyuarakan nilai-nilai moral justru membuat para pemimpin Israel merasa terancam,” ujar Hikmahanto.

Menurutnya, absennya delegasi Israel dalam pemakaman seorang tokoh Vatikan adalah indikasi nyata bahwa seruan Vatikan tidak diterima dengan tangan terbuka oleh pemerintah Israel.

“Presiden Amerika Serikat, Prancis, hingga Zelensky hadir. Tapi Israel tak kirim satu pun perwakilan,” katanya.

Hikmahanto menyoroti bahwa serangan Israel ke Gaza kini tak lagi hanya soal balasan terhadap serangan 7 Oktober 2023.

“Perang ini sudah mengarah pada genosida etnis. Bukan sekadar membalas dendam, tapi juga untuk menghabisi Hamas dan menguasai Gaza seperti mereka menguasai Tepi Barat,” jelasnya.

Ia mengapresiasi konsistensi Paus Fransiskus dalam menyerukan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak Palestina.

“Paus melihat isu ini bukan dari sisi agama, tapi kemanusiaan. Anak-anak yang diserang hari ini bisa tumbuh menjadi pejuang, dan perempuan yang dibunuh adalah mereka yang melahirkan generasi perlawanan,” imbuhnya.

Hikmahanto juga menyoroti pergeseran sikap sejumlah negara Eropa yang mulai mendukung pengakuan terhadap negara Palestina.

“Prancis, Spanyol, dan beberapa negara Eropa lainnya mulai mengakui Palestina, ini sebagian juga karena pengaruh moral yang ditebar oleh Paus,” tuturnya.

Ia mengkritik keras dukungan politik dari tokoh seperti Donald Trump yang dinilainya memperkuat agresi Israel.

“Di bawah Trump, Amerika Serikat berubah. Demokrasi dan hak asasi manusia tak lagi jadi prioritas,” tegasnya.

Terkait rencana Indonesia untuk mengevakuasi 1.000 warga dari Gaza, Hikmahanto memberikan catatan penting. Ia mengapresiasi niat Presiden Joko Widodo, namun mengingatkan agar evakuasi tidak dijadikan alat untuk mengosongkan Gaza.

“Evakuasi itu langkah baik, tapi jangan sampai jadi dalih untuk mengosongkan tanah Palestina. Karena ini bukan sekadar konflik agama, ini konflik tentang tanah dan kedaulatan,” katanya.

Di akhir penyampaiannya, Hikmahanto menekankan kembali pentingnya konsensus global untuk menghentikan kekerasan.

“Pesan Paus Fransiskus sangat relevan: perdamaian dan kemanusiaan harus dikedepankan. Tidak boleh ada ruang bagi genosida, siapa pun korbannya,” tegas Hikmahanto.(har)

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *