Press "Enter" to skip to content

Perlu Inovasi Produksi Kelapa Sawit, Menteri Bambang: Tidak Boleh Hanya Sekedar Ekspor

Social Media Share

JAKARTA, NP –  Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) melalui Deputi Bidang Penguatan Inovasi bekerjasama dengan Kedutaan Besar Brasil untuk Indonesia menyelenggarakan Webinar The Development of Biofuels Indonesia – Brazil: “Lesson Learned from The Development of Brazilian Bioethanol -Based Biofuel” pada Rabu (09/09).

Keberhasilan Pertamina dan ITB mengujicoba produksi green diesel D100 dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) kelapa sawit berkapasitas 1.000 barel perhari di Kilang Pertamina Dumai telah memberi secercah harapan akan bangkitnya kemandirian energi terbarukan di Indonesia. Hal ini diprediksi bahan bakar nabati berbasis sawit akan menjadikan perekonomian Indonesia bergerak lebih cepat untuk pemulihan ekonomi mengingat sektor energi memiliki peranan yang penting dan strategis bagi perekonomian nasional.

“Indonesia perlu untuk berubah terhadap ketergantungan akan bahan bakar fosil menjadi pada bahan bakar terbarukan. Kita perlu meningkatkan kapasitas bahan bakar terbarukan dalam energi campuran sekitar 23% di tahun 2025 dan harapannya dapat mencapai 31% pada tahun 2050,” ujar Menristek/Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro saat memberikan paparan.

Pemerintah Indonesia berkomitmen kuat mendorong inovasi bahan bakar nabati biohidrocarbon sebagai solusi pemenuhan kebutuhan konsumsi bahan bakar dalam negeri yang sejak 2014 mencapai 1,790,000 barrel per hari. Selain bahan bakar biohidrocarbon berbasis sawit akan berperan dalam substitusi impor, bahan bakar ini juga memberi peluang pemberdayaan korporatisasi petani sawit rakyat dalam industrialisasi IVO (bahan baku biohidrocarbon) dan kilang-kilang bahan bakar biohidrocarbon stand alone kecil terintegrasi dengan kebun sawit yang tentunya hal ini akan meningkatkan kesejahteraan hidup para petani rakyat. Bahan bakar nabati biohidrocarbon berbasis sawit merupakan komoditas sumber daya alam terbarukan di Indonesia yang potensi jumlahnya berlimpah.

“Hari ini Indonesia dikenal sebagai negara terbesar penghasil dan pengekspor kelapa sawit, bersaing dengan Malaysia. Namun permainan sudah berubah, kita tidak boleh hanya sekedar ekspor maka diperlukan adanya penambahan nilai dari hasil produksi kelapa sawit,” tambah Menteri Bambang.

Sebagai informasi karakteristik green diesel D100 sama sekali berbeda dengan biodiesel yang ada di pasaran saat ini yang dikenal dengan istilah B20 atau B30. Green diesel D100 diproduksi dari bahan baku 100% RBDPO yang diolah menggunakan Katalis Merah Putih hasil pengembangan ITB dan Pertamina menghasilkan biohidrocarbon beroktan sangat tinggi dengan karakteristik fisika dan kimia sama persis dengan solar yang diproduksi dari bahan bakar fosil. Sehingga penggunaan bahan bakar green diesel D100 pada kendaraan tidak akan menurunkan kinerja mesin atau menuntut dilakukan modifikasi tertentu pada mesin sebagaimana yang terjadi pada kendaraan-kendaraan yang diberi asupan biodiesel B30 yang berbasis FAME.

Dengan keberhasilan Indonesia menguji coba produksi green diesel D100 skala industri selanjutnya Indonesia akan mengambil pelajaran dari keberhasilan Brasil yang telah terlebih dulu mengimplementasikan tebu menjadi bahan bakar nabati berproduksi dalam skala komersial. Keberhasilan Brasil dalam mengimplementasikan kebijakan pemanfaatan bahan bakar nabati berbasis tebu. Khususnya keberhasilan didalam pengaturan kebijakan penentuan harga Tebu-Gula-Etanol, yang akan diadaptasi oleh Indonesia ke dalam kebijakan regulasi penentuan harga Sawit-Minyak Sawit (Industrial Vegetable Oil)-Bahan Bakar Biohidrocarbon serta pemberian dukungan riset dan pengembangan DNA sawit unggul berkelanjutan.

“Kesempatan yang luar biasa untuk bisa saling bertukar pengalaman dalam sektor pengolahan bahan bakar nabati yang nantinya akan dapat memberi keuntungan kedua negara. Tebu saat ini merupakan bahan baku energi yang sangat penting di Brasil di bawah minyak bumi. Tebu dapat menghasilkan etanol untuk menggantikan 46% pemakaian bensin di Brazil,” terang Duta Besar Brasil H.E. Jose Amir da Costa Dornelles.

Pada kesempatan ini Plt. Deputi Bidang Penguatan Inovasi Jumain Appe menyampaikan bahwa agenda ini merupakan kesempatan belajar bersama Indonesia dan Brasil untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, pengembangan teknologi, dan model bisnis bahan bakar nabati di masa depan.

Turut hadir dalam agenda webinar ini Staf Ahli Menristek Bidang Relevansi dan Produktivitas Ismunandar; CEO of Brazilian Sugarcane Industry Association – UNJCA Evandro Gussi; President of DAT AGRO Consulting Plinio Nastari; Executive Director of The Latin American Petrochemical and Chemical Association – APLA Flavio Castellari; I.G.B. Ngurah Makertihartha (Tim Pengembangan Bahan Bakar Nabati Berbasis Kelapa Sawit-ITB); Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sabat Sinaga; Konselor Kedutaan Besar Brasil untuk Indonesia Daniel Costa Fernandes; Head of the Division for Energy Progress, MOFA, Brasil Renato D Godinho.(rls)

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *