Ketua DPR RI, Puan Maharani. (Foto: DPR RI)
JAKARTA, NP- Pengamat komunikasi politik, Emrus Sihombing menilai bahwa hasil survei elektabilitas yang dilakukan sejumlah lembaga kepada para kandidat bakal calon presiden merupakan potret sesaat saja.
Sebab, hasil tersebut tidak bisa mutlak menjadi acuan kemenangan seseorang dalam kontestasi politik, baik itu di Pilkada maupun Pilpres.
“Itu hanya bahan untuk memprediksi elektabilitas pada Pilpres yang akan datang, boleh. Tetapi tidak mutlak eletabilitas yang tinggi, pada Pilpres kemudian menang, belum tentu,” kata Emrus kepada awak media, di Jakarta, Minggu (17/7/2022).
Tidak hanya itu, Emrus juga menyebutkan, elektabilitas seseorang tinggi merupakan hasil daripada kontruksi sosial yang diwacanakan, dan bahkan di-framing sehingga menjadi perbincangan di ruang publik, terutama di media sosial.
Lantaran sering diperbincangkan, sambung dia, maka itulah yang dikenal, sehingga akan mempengaruhi perilaku pemilih.
“Nah itulah saya sebut tokoh-tokoh yang semacam ini seperti padi yang tidak berisi. Kenapa? kalau padi berisi itu kan semakin merunduk. Tetapi, elektabilitas itu kan di wacana seperti padi yang lurus ke atas yang tidak ada isinya (kosong),” papar dia.
Lebih lanjut, ketika ditanyakan bagaimana dengan perolehan elektabilitas Ketua DPR RI Puan Maharani disejumlah survei yang masih berada di papan bawah? Emrus mengatakan, Puan Maharani sosok seorang pekerja keras, sehingga dalam keberhasilan kinerjanya acap kali tidak terpublikasi di ruang publik.
Bahkan, dari pengamatannya, puteri Megawati Soekarnoputri ini tidak mengejar elektabilitas maupun popularitas dari setiap tindakan maupun kebijakannya.
“Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan dan dinikmati oleh orang-orang yang elektabilitasnya tinggi, sehingga publik terbius pada hasil survei elektabilitasnya saja. Padahal, contoh banyak tokoh atau pakar, akademisi di kampus-kampus yang hebat-hebat, tetapi tidak terekspos keluar, banyak. Tapi yang terkenal siapa? Ya Emrus, yang lain lebih (hebat-red) dari Emrus banyak. seperti itulah analoginya,” terang dia.
Sementara sosok Puan Maharani, lanjut Emrus, tidak begitu mengoptimalkan atau memanfaatkan sosmed. Tetapi soal kinerja, dalam catatan Emrus, sudah bagus. Ia mencontoh karir politik Puan yang dimulai sebagai anggota DPR RI, menjadi Ketua Fraksi PDIP era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga menjabat sebagai Menko PMK, dan kini sebagai Ketua DPR RI.
“Sebagai Ketua DPR RI, banyak program pro rakyat yang dikawalnya, seperti UU TPSK, dan mengawal RUU KIA, bukankah itu program kerakyatan,” ujarnya.
Hanya saja, sambung Emrus, Puan Maharani bukan sosok seperti tokoh-tokoh yang lain yang menjadi perbincangan. Karena menurut Emrus, Puan Maharani menerapkan filosofi Ilmu Padi. Yaitu semakin banyak ilmunya semakin rendah hati.
“Sehingga, karena tidak diperbincangkan orang, karena ini kan soal persepsi. Persepsi mempengaruhi elektabilitas. Nah itu yang terjadi,” pungkasnya.(har)
Be First to Comment