Press "Enter" to skip to content

Kunjungan Bhiksuni Ven. Prof. Man Ben dari Malaysia dengan Rangkaian Diskusi Dharma

Social Media Share

Para umat Buddha termasuk pengurus Wihara Guna Dharma berfoto bersama Bhiksuni Ven. Prof. Man Ben usai diskusi Dharma.(Ist)

 

JAKARTA, NP – Kunjungan Bhiksuni Ven. Prof. Man Ben, Vice Chancellor of Dharma Buddhist University Malaysia ke Indonesia, mencakup rangkaian Dharma talk (diskusi Dharma) di Wihara Guna Dharma, Jl. Tiang Bendera, Roa Malaka dan pengukuhan Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Nalanda menjadi Institut Agama Buddha (IAB) Nalanda. Kunjungan Bhiksuni atas undangan pengusaha swasta nasional, Siwie Honoris.

“STAB Nalanda secara resmi mulai tanggal 10 Juli, menjadi Institute Agama Buddha Nalanda. Kunjungan Bhiksuni Man Ben juga akan memberi sambutan pada acara pengukuhan IAB Nalanda,” kata Siwie Honoris, di
Wihara Guna Dharma, Jl. Tiang Bendera, Roa Malaka, kec. Tambora Jakarta Barat, Selasa (9/7/2024).

Ceramah Dharma Bhiksuni, bernuansa Kuliah Dharma terkait dengan berbagai faktor sikap kehidupan dan perilaku manusia dari sisi hirarki budaya keluarga Tionghoa khususnya, ketika masa ‘diskriminasi’ terhadap anak perempuan di kisaran 30 – 40 tahun lalu sangat dominan dimana anak laki-laki senantiasa mendapat prioritas utama dalam segala hal. Namun bagi Bhiksuni, ‘pengucilan’ atau pengabaian atas perbedaan kasih sayang atau apapun yang dialaminya justru adalah jalan yang membuatnya menjadi seperti sekarang ini dan tentunya setelah melewati dan mengatasi berbagai rintangan batin yang dihadapinya.

Bhiksuni Ven. Prof. Man Ben sempat membagi-bagikan cindera-mata kepada para umat Wihara Guna Dharma usai diskusi Dharma.(Ist)

“Setidaknya, kita tetap bersyukur seperti yang kita alami sekarang ini, mendapat kesempatan untuk belajar Dharma,” kata Bhikusi kepada sekitar 400 umat Wihara Guna Dharma yang hadir.

Sementara itu, tokoh dan mantan Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Buddha Kementerian Agama (1991-1998) Budi Setyawan melihat kehidupan beragama di Indonesia berkorelasi dengan asimilasi atau pembauran. Ada benang merahnya, kehidupan beragama di Indonesia dan Malaysia, yakni perlindungan terhadap kebebasan beragama dan menjalankan ibadah.

“Seperti peribahasa lain lubuk, lain ikannya. Malaysia sebagai negara dengan bermacam-macam Bangsa. Sementara di Indonesia, ada 600 suku. Di Malaysia, hanya ada tiga suku, yakni Melayu, Tionghoa dan India. Tapi semua umat beragama di kedua negara, sama-sama nyaman, aman pada setiap kegiatan ibadah,” kata Budi Setyawan.(Liu)

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *