JAKARTA, NP- Anggota Komisi VI DPR RI, I Nengah Senantara mengatakan tiga hal yang perlu untuk diperhatikan dalam memperkuat ekonomi melalui sektor perkoperasian.
Penegasan disampaikan Nengah Senantara saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi VI DPR RI dengan Praktisi dan Akademisi terkait dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Senin (18/11/2024).
Saat ini, Komisi VI DPR RI sedang menyusun raancangan unsang-undang yang akan merevisi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Proses revisi ini diusahakan guna meningkatkan peran koperasi demi mendukung perekonomian nasional, khususnya dalam konteks pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan pemberdayaan kapasitas anggota koperasi.
Pada rapat kali ini, Komisi VI DPR menghadirkan narasumber untuk diminta masukannya. Yaitu Praktisi dan Akademisi Emy Nurmayanti, M.S.E.. Kemudian Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc., lalu Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H., dan Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat M.Ec., Ph.D.
Nengah menekankan pentingnya dilakukan pengawasan kepada sistem perkoperasian di Indonesia dan pengawasan perlu dilakukan secara intens supaya tidak muncul persoalan.
“Saya sangat setuju itu perlu dilakukan pengawasan karena apapun bentuk usahanya kalau pengawasannya lemah, tentu endingnya akan muncul persoalan,” ujar Nengah dalam rapat tersebut.
“Nah lebih lebih tadi juga disampaikan apapun bentuk undang undangnya yang akan direvisi kalau pengawasannya kurang itu akan ada persoalan juga dan saya sangat setuju jadi koperasi ke depan justru lebih mengedepankan pengawasan,” sambung legislator dari daerah pemilihan (dapil) Bali itu.
Nengah juga menyarankan bila Koperasi bisa membentuk LPS sama dengan perbankan supaya pengawasan bisa terjadi secara kontinyu.
Maka akan ada pengawasan dari OJK minimal setahun sekali, selain itu pengurus koperasi di Indonesia juga masih menjadi catatan. Salah satunya adalah masih ada pengurus yang belum bersertifikasi.
“Nah ini juga persoalan persoalan. Barangkali nanti pada saat melakukan perubahan undang undang ya aturan. Ini juga dicantumkan bahwa Pembentukan koperasi Struktur organisasinya juga harus jelas itu,” imbuhnya.
Untuk itu, Politisi Partai Nasdem tersebut mengatakan ada tiga unsur yang perlu diperhatikan untuk memperkuat sektor perkoperasian.
Pertama pengurus koperasi harus lolos sertifikasi, kedua pembentukan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), ketiga adanya pengawasan secara kontinew seperti perbankan.
“Ambil contoh di luar negeri seperti di Amerika dan lain sebagainya. 2-3 orang bisa membentuk koperasi, nah barangkali di Indonesia ini agak kesulitan contohnya OJK saja ya yang mengawasi jumlah perbankan yang tidak terlalu banyak beliau kesulitan atur nah apalagi kalau di Indonesia seperti yang disampaikan tadi 2-3 orang boleh membentuk koperasi, ini bisa bermasalah di kemudian hari,” ucap pria kelahiran Buleleng, Bali ini.
Menurutnya, hal tersebut bisa bermasalah karena mekanisme pengawasannya akan menjadi lebih sulit. Seperti yang dipaparkan dalam Raker Komisi VI dengan Menteri Koperasi beberapa waktu lalu sudah ada penghapusan sebesar Rp 8,3 triliun dan itu uangnya rakyat.
Apalagi, imbuhnya kalau nanti regulasinya memungkinkan 2-3 orang untuk koperasi pasti sangat kesulitan juga untuk pengawasan. Selain itu perlu diperjelas juga tentang permodalan.
“Jadi jangan sembarang untuk membentuk koperasi, contohnya seperti indosurya itukan sudah jelas jelas menyalahgunakan nama koperasi sehingga nama koperasi redup terus yang disebabkan oleh oknum tertentu padahal kalau kita bicara soal koperasi selalu dari zaman dulu itu koperasi itu selalu menjadi suku guru ekonomi tapi faktanya koperasi semakin ditinggalkan,” urainya.
“Melalui kesempatan ini mohon tolong memberi masukan yang jelas sehingga harapan kita koperasi ini menjadi suku guru ekonomi bangsa indonesia,” tegas Senantara.(har)
Be First to Comment