KOTO PANJANG, NP – Provinsi Sumatera Barat selain dikenal sebagai lumbung pangan nasional juga dikenal sebagai pusatnya pertanian ramah lingkungan di Indonesia.
Pertanian ramah lingkungan merupakan penerapan budidaya dengan menggunakan tanaman sehat, penggunaan pupuk organik, sanitasi kebun, memanfaatkan kearifan lokal. Termasuk meminimalkan penggunaan pestisida kimia dalam mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di pertanaman.
Pertanian ramah lingkungan sudah cukup lama diterapkan oleh petani di Sumatera Barat. Kemandirian petani dalam menerapkan pertanian ramah lingkungan tidak terlepas dari kuatnya kelembagaan kelompok tani dan kesadaran petani akan pentingnya kesehatan tanaman, manusia maupun lingkungan hidup.
Salah satu kelembagaan petani di Sumatera Barat yang aktif untuk memproduksi sarana pengendalian OPT ramah lingkungan adalah Klinik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Koto Panjang. Lokasinya di Bancah Lareh, Kelurahan Koto Panjang, Kecamatan Padang Panjang Timur, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat.
Klinik PHT ini merupakan program Direktorat Jenderal Hortikultura dengan pendampingan dan pembinaan oleh Labarotorium Pengamatan Hama Penyakit dan Pengembangan Agens Hayati (LPHP dan PAH) Bukittingginggi, dan POPT wilayah kerja Padang Panjang.
Sejak tahun 2013, klinik PHT Koto Panjang giat mengembangkan pestisida nabati, Agensia Pengendali Hayati (APH) seperti Trichoderma sp., Beauveria bassiana, PGPR, dan membuat pupuk kompos.
“Dulunya kami bertani secara konvensional dengan mengandalkan pupuk dan pestisida kimia yang masif. Namun masalah OPT tetap tidak tertangani. Adanya klinik PHT sangat membantu petani untuk kembali ke pertanian ramah lingkungan, sekaligus menyelesaikan berbagai masalah serangan hama dan penyakit tanaman”, ungkap Edi Busti, ketua Klinik PHT, dalam keterangannya saat dihubungi melalui sambungan telefon, Senin (13/7)
Meski di usia yang tak lagi muda, Edi bersama anggota klinik selalu bersemangat untuk terus mengembangkan pertanian ramah lingkungan. Upaya pengendalian OPT ramah lingkungan yang telah dilakukan antara lain aplikasi APH dan pestisida nabati, penanaman refugia untuk konservasi musuh alami, penggunaan petrogenol untuk lalat buah. “Ada juga pembungkusan buah dengan plastik,” tambah dia.
Nopensrimen, Koordinator POPT Kota Padang Panjang menambahkan kendati dalam kondisi pandemi COVID-19, klinik PHT tetap giat membuat bahan pengendali OPT ramah lingkungan. POPT setempat juga selalu aktif membina petani.
“Hal yang membanggakan juga bagi kami, Ibu Widiarti, salah seorang anggota klinik PHT meraih penghargaan petani teladan tingkat Kota Padang Panjang pada tahun 2019. Bahkan pada tahun 2020 beliau juga diusulkan sebagai nominasi petani teladan tingkat Provinsi Sumatera Barat”, ungkapnya.
Yasmiwati selaku Kepala LPHP dan PAH Bukittinggi menerangkan bahwa LPHP dan POPT memegang peranan penting dalam mendukung kegiatan klinik PHT. LPHP dan PAH selain berkontribusi dalam pembinaan layanan klinik dan pengembangan sarana pengendalian OPT ramah lingkungan, juga mengembangkan starter/isolat APH yang akan diperbanyak oleh klinik PHT.
“Tujuannya agar kualitas APH tetap terjaga dan memenuhi standar”, pungkasnya.
Pada kesempatan terpisah, Prihasto Setyanto, Direktur Jenderal Hortikultura menjelaskan bahwa pengembangan pertanian ramah lingkungan melalui peran aktif klinik PHT adalah salah satu dari upaya Gerakan Mendorong Produksi, Meningkatkan Daya Saing, dan Ramah Lingkungan Hortikultura (GEDOR HORTI).
“Ini sebagaimana yang sering disampaikan Bapak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL),” beber Prihasto dalam rilis tertulis Kementan, Selasa (14/7).
Sri Wijayanti Yusuf, Direktur Perlindungan Hortikultura ikut mengapresiasi eksistensi klinik PHT Koto Panjang. Menurut Sri, mereka mampu mengembangkan produk pengendali OPT ramah lingkungan secara mandiri.
“Jangan pernah berhenti dalam inovasi perbanyakan APH! Teruslah berbagi informasi dan memprovokasi petani lainnya untuk beralih ke pertanian ramah lingkungan”, ungkapnya dengan semangat.(red)
Be First to Comment