Press "Enter" to skip to content

Pemanfaatan Teknologi Efektif Cegah Karhutla

Social Media Share

JAKARTA, NP- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan pemanfaatan teknologi terbukti efektif mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Atas dasar itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengungkapkan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, BMKG terus memanfaatkan dan mengembangkan teknologi terbaru. Diantaranya teknologi dalam membuat prakiraan cuaca.

“Jadi kalau pemanfaatan teknologi itu sebenarnya sudah kita lakukan dan saat ini. Menurut saya ya cukup efektif, walaupun perlu ditingkatkan kembali,” kata Guswanto dalam diskusi yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk “Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan” pada Senin (19/6/2023).

Dengan tekonologi, BMKG telah mampu menyusun prakiraan cuaca secara teratur secara semester, yakni melakukan update mulai dari per enam bulan, bulanan, mingguan, hingga harian. Bahkan, saat ini BMKG memiliki teknologi prakiraan yang disebut nowcasting.

Prakiraan nowcasting mengambarkan kondisi cuaca saat ini dan prakiraan cuaca ekstrem jangka pendek untuk periode sangat singkat yaitu 0-6 jam ke depan. “Jadi kita punya update yang enam bulan, satu bulan, satu minggu dan update yang harian serta nowcasting,” terang Guswanto.

Melalui prakiraan-prakiraan yang disampaikan BMKG, bisa menjadi acuan peringatan dini atau early warning bagi stakeholder lain, serta masyarakat dalam melakukan antisipasi, salah satunya untuk mencegah terjadinya karhutla.

“Kita lihat BMKG melakukan pemanfaatan terhadap teknologi dengan pemanfaatan modeling dan prakiraan cuaca. Nah itu kita lakukan dalam rangka untuk memberikan warning kepada masyarakat bahwa itu loh kondisi saat ini,” jelasnya.

Ukur Asap Lintas Batas

Lebih jauh, Guswanto menjelaskan pemanfaatan teknologi bisa diperuntukan untuk mengukur tingkat dan kadar asap lintas batas atau transboundary haze antarnegara, utamanya di wilayah perbatasan dengan negara-negara tetangga.

Di wilayah-wilayah itu, BMKG dapat melakukan pengamatan transboundary haze menggunakan satelit Himawari atau Geostationary Meteorological Satellite (GMS).

“Nah kemudian itu juga membantu kita terkait transboundary haze. Kita melakukan pengamatan melalui satelit Himawari (GMS), apabila ada asap lintas batas kita diskusi serta dibuktikan lintas batasnya apakah benar terjadi atau tidak,” papar Guswanto.

Saat ini, BMKG terus mendukung KLHK dengan memberikan data-data yang dibutuhkan terkait asap lintas batas. “Jadi kita memberikan datanya kepada tim KLHK, lalu berdiskusi dengan negara lain untuk membuktikan berapa lama ada atau tidaknya asap lintas batas. Apabila tidak ada, artinya kita sudah aman dari transboundary haze itu,” ujarnya.

Selain penggunaan satelit Himawari, BMKG juga memiliki sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan atau yang disebut Fire Danger Rating System (FDRS). Teknologi ini dikembangkan atas inisiatif Pemerintah Kanada yang kemudian dikembangkan menjadi Sistem Kebakaran Hutan dan Lahan (SPARTAN).

Penguatan Data Analisis

Pada kesempatan sama, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan penguatan analisis iklim sebagai salah satu bentuk pencegahan terjadinya asap lintas batas negara akibat karhutla.

“Dari data analisa tersebut kita lakukan early warning atau sistem peringatan dini yang secara terus menerus. Jadi tidak hanya dilakukan pada saat terjadi kebakaran hutan, tapi setiap hari kita lakukan,” kata Laksmi.

Untuk mencegah asap lintas batas tersebut Indonesia melalui KLHK, telah melakukan tiga upaya pencegahan. Pertama, melakukan penguatan analisis iklim dan cuaca untuk memastikan fenomena El Nino dan La Nina.

Dari data analisis tersebut, KLHK bersama pihak terkait yang menangani karhutla akan mendapatkan pembaharuan informasi di lapangan sebanyak dua kali dalam sehari melalui gawai. Nantinya pemerintah akan melakukan sistem peringatan dini secara terusmenerus kepada masyarakat.

Upaya kedua adalah menggencarkan operasionalisasi di lapangan dengan patroli mandiri yang dilakukan oleh pemadam kebakaran hutan yang ada di KLHK. Selain itu dilakukan juga patroli terpadu bersama aparat, pemerintah kabupaten/kota, TNI/Polri dan masyarakat.

Kepada masyarakat, KLHK telah memperkuat pemberdayaan warga sekitar yang salah satunya melalui pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA) yang saat ini jumlahnya sudah mencapai 11.100 anggota di seluruh Indonesia.

“Kelompok Masyarakat Peduli Api ini tidak hanya disiapkan untuk pemadam kebakaran, tetapi sebetulnya untuk memberikan solusi kepada masyarakat terutama untuk memenuhi kebutuhan sosial dan ekonominya, kemudian baru bermanfaat juga pada lingkungannya,” ujarnya.

Laksmi mengungkapkan KLHK bahkan sudah membuat sistem pengelolaan lanskap. Dengan cara itu, pemerintah mampu menggencarkan pengenalan praktik-praktik baik pembakaran lahan tanpa bakar.

“Itu membuat kita sejak tahun 2020 sampai 2022 sama sekali tidak terjadi kebakaran yang menimbulkan asap lintas batas. Di tahun 2015 memang ada kebakaran hutan yang besar, tapi saat itu kita belum memulai solusi permanen. Saat itu ada masa sekitar dua bulan terjadi peristiwa lintas batas asap,” kata dia.

Laksmi mengungkapkan di tahun 2016, asap akibat karhutla semakin bisa dikendalikan. Hanya butuh waktu dua minggu saja asap berhasil dihilangkan. Sedangkan di tahun 2017, tercatat asap terlihat hanya dalam kurun waktu dua hari saja.

Sedangkan di tahun 2018 sama sekali tidak terjadi lintas batas asap. Meski asap kembali muncul di tahun 2019 dalam waktu dua jam. Dari kurun waktu kejadian itulah, ketiga upaya itu berhasil membuat asap cepat menghilang dan mencegah kerugian negara yang lebih besar.

Kemudian Laksmi menekankan pencegahan asap lintas batas ini, dipastikan akan terus dilakukan secara komprehensif, dengan memperkuat penegakan hukum serta melakukan pencegahan yang sistematis dan permanen.

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji mengatakan sejak 2019 pihaknya sudah melakukan penindakan tegas terhadap sejumlah perusahaan yang memicu terjadinya karhutla.

“Perlu langkah tegas dengan memberi sanksi pembekuan izin atau denda yang ditentukan nominalnya. Setiap kebakaran lahan minimal dikenakan biaya pemadaman, jadi negara tak rugi,” ujar Sutarmidji.

Pemerintah Provinsi Kalbar juga memberikan peringatan hingga pada penyegelan sejumlah perusahaan, sebagai bentuk monitoring agar perusahaan-perusahaan tersebut menjaga wilayahnya masing-masing.

“Kemudian kita memberikan peringatan pada 130 perusahaan. Kalau penegakan hukum seperti ini bisa kita lakukan maka perusahaan-perusahaan itu akan menjaga wilayah dia,” tegas Sutarmidji.

Dengan luas gambut Kalimantan Barat yang mencapai 2,8 juta hektare (ha), Sutarmidji meyakini pemerintah cukup kesulitan menjaga karhutla dengan lahan seluas itu. Dalam catatan statistik pemerintah, tindakan tegas yang diambil pada 2019 lalu memberikan efek yang baik dalam menekan peningkatan karhutla di wilayah tersebut.

“Pada 2019 itu kasus 20 perusahaan, penyegelan 67, peringatan 157, kemudian pidananya 1, perorangan 1, perkebunan 5, kemudian surat peringatan kepala dinas 98. Ini yang kita lakukan 2019, Alhamdulilah 2020, 2021, 2022 kebakaran lahan bisa kita kendalikan,” ungkap Sutarmidji.

Salah satu strategi yang bisa dilakukan dalam menekan angka kebakaran hutan dan lahan adalah dengan memberikan sanksi pembekuan izin atau denda.

“Saran saya yang harusnya ini ranahnya pemerintah pusat, yakni langkah tegas dengan memberikan sanksi terhadap pembekuan izin atau denda yang ditentukan nominalnya. Jadi nominalnya ditentukan. Setiap kebakaran lahan minimal dikenakan biaya pemadaman, jadi negara tak rugi,” tegasnya.

Selain itu, ia menyarankan pemerintah perlu mencari solusi bersama yang sifatnya permanen dan jangka panjang. Hal ini penting untuk membangun kesadaran agar perusahaan dan masyarakat membuka lahan dengan tidak membakar yang memicu terjadinya kebakaran.

“Saya lebih cenderung untuk aktivitas tadi sesuai arahan Bapak Presiden itu adalah solusi jangka panjang. Solusi jangka panjang itu ada jenis-jenis tanaman yang bisa ditanaman, contoh talas,” kata dia.

Pemerintah juga perlu melakukan pemberdayaan masyarakat yang mengolah lahan tanpa bakar dengan jenis tanaman umbi-umbian yang panennya di atas 7 bulan dan tanaman sayur yang bisa setiap waktu panen.

Langkah ini sudah dilakukan di sejumlah wilayah di Kalimantan Barat, seperti di Singkawang dan Pontianak.

“Singkawang itu sangat cocok dengan talas. Kemudian setelah mereka tanam talas kita siapkan pabrik tepungnya. Kemudian di Pontianak Utara itu ada contoh 800 Ha lahan gambut tapi hampir tidak pernah terjadi kebakaran karena diolah,” bebernya.

Selain itu, perlu adanya larangan pemanfaatan lahan untuk jangka waktu tertentu, misalnya 10 tahun bagi lahan milik dengan luas tertentu.
Sutarmidji juga menekankan pentingnya peta topografi ekosistem gambut skala 1 : 50.000 sebagai bahan perencanaan letak atau posisi pembuatan sumur bor.

Ia juga menyoroti soal sekat kanal yang dibuat hanya untuk menampung air hujan saja, tetapi tidak terkoneksi ke saluran utama seperti sungai.

Karena itu, ia kembali menekankan pentingnya perencanaan secara serius dan komprehensif terkait penanganan lahan gambut dalam rangka meminimalisir kebakaran.(dito)

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *