BANDUNG, NP- Konferensi Internasional Pimpinan dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, Majelis Syuro, Majelis Syuyukh, atau Lembaga Parlemen Sejenis Lainnya, yang dihadiri 15 negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), serta dua lembaga internasional yang terdiri dari PUIC (Parliamentary Union of the OIC Members States/Uni Parlemen Negara Anggota OKI) dan Muslim World League (Liga Muslim Dunia), terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo atas penyelenggaraan dan Presidensi G-20 pada tahun 2022, serta mendoakan keberhasilan Indonesia dalam menjalankan tugas tersebut.
Konferensi yang berlangsung pada 24-26 Oktober 2022 ini menghasilkan Deklarasi Bandung yang juga mengambil spirit dari nilai-nilai dan semangat Pancasila serta Dasa Sila Bandung yang dihasilkan dalam Konferensi Asia Afrika 1955. Deklarasi Bandung menyepakati usulan MPR RI untuk membentuk Consultative Assembly Forum, sebuah Forum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Majelis Syuro, Majelis Syuyukh, atau Lembaga Parlemen Sejenis Lainnya sebagai wadah bagi negara-negara yang memiliki sistem beberapa kamar namun belum terakomodir di dalam organisasi parlemen internasional yang ada. Seperti dan kehadiran Forum MPR Sedunia bukanlah duplikasi dari organisasi parlemen dunia yang telah ada karena hanya akan bekerja sesuai tupoksinya sebagai majelis. Forum MPR Sedunia yang dibentuk dan didirkan untuk pertama kalinya oleh 15 negara dan 2 Organisasi Internasional (PUIC dan Liga Muslim Sedunia) itu untuk menyatukan seluruh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Majelis Syuro, Majelis Syuyukh, atau Lembaga Parlemen Sejenis Lainnya yang ada di dunia, namun belum terakomodir. Seperti IPU (Inter Parliamentary Union/Uni Parlemen Internasional), maupun PUIC.
“Sebagai tahap awal baru 15 negara anggota OKI yang hadir menjadi deklarator sekaligus anggota. Tidak menutup kemungkinan forum ini bisa berkembang lebih luas, sehingga keanggotaannya tidak hanya ekslusif pada negara anggota OKI, melainkan inklusif melibatkan berbagai Majelis Syuro, Majelis Syuyukh, atau Lembaga Parlemen Sejenis Lainnya dari berbagai negara dunia, yang belum terakomodir di PUIC maupun di IPU (Inter Parliamentary Union/Uni Parlemen Internasional),” ujar Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) usai menutup Konferensi Internasional Pimpinan dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, Majelis Syuro, Majelis Syuyukh, atau Lembaga Parlemen Sejenis Lainnya, di Bandung, Rabu (26/10/22).
Turut hadir Delegasi dari 15 parlemen negara anggota OKI antara lain, Pimpinan MPR RI (Indonesia) Ahmad Basarah, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarief Hasan, Hidayat Nur Wahid, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad. Hadir pula Ketua Majelis Syuro Kerajaan Arab Saudi Dr. Abdullah Mohammed Ibrahim Al-Sheikh, Presiden Dewan Penasihat Kerajaan Maroko Enaam Mayara, Ketua Senat Republik Arab Mesir Abdel Wahab Abdel Razeq, Ketua Senat Republik Islam Pakistan Muhammad Sadiq Sanjrani, Ketua Dewan Nasional Negara Palestina Rahwi A.M. Fatouh, Wakil Presiden Senat Malaysia Mohamad Ali bin Haji Mohamad, Wakil Ketua Dewan Bangsa Republik Demokratik Rakyat Aljazair Salim Chenoufi.
Deputi Pertama Ketua Dewan Syuro Kerajaan Bahrain Jamal Mohamed Fakhro, Wakil Presiden Kedua Majelis Republik Mozambik Saide Fidel, Wakil Ketua Dewan Syuro Republik Yaman Abdullah Mohammed Abulghaith Qibab, Anggota Majelis Agung Nasional Republik Turki Orhan Atalay, Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Majelis Permusyawaratan Islam Republik Islam Iran Dr. Abolfazl Amoei, Anggota Parlemen Republik Irak Haider M. Habeeb Majeed Al-Khumais, Anggota Senat Kerajaan Yordania Hasyimiyah Dr. Mustafa Al-Barari, Sekretaris Jenderal Persatuan Parlemen Negara Anggota OKI Mouhamed Khourchi, Supervisor Liga Muslim Sedunia Untuk Asia dan Australia serta Direktur Liga Muslim Dunia di Indonesia Abdurrahman Muhammad Amin Al Khayyat.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, konferensi yang berlangsung sejak 24 hingga 26 Oktober 2022 ini juga mengambil empat kesimpulan besar. Pertama, pentingnya upaya meningkatkan kerjasama antar negara dalam segala bidang untuk memaksimalkan potensi-potensi kolektif, khususnya antar negara-negara anggota OKI dan terlebih dari 15 negara yang hadir pada forum tersebut.
Kedua, perlunya secara kolektif untuk memperkuat posisi Organisasi Kerjasama Islam (OKI) bersama negara-negara lainnya guna memperkuat posisi tawar kolektif negara-negara Islam di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian, serta memberikan dukungan dan komitmen solidaritas antar bangsa, untuk mengatasi berbagai masalah yang tengah dihadapi secara bersama, ataupun secara spesifik dihadapi oleh komunitas muslim di berbagai belahan dunia.
“Ketiga, pentingnya forum antar parlemen yang bersifat cair, tetapi tetap memiliki kemampuan taktis untuk mewakili kepentingan rakyat di masing-masing negara, serta mendorong pemerintah di masing-masing negara untuk lebih memperkokoh kerjasama bilateral, regional, dan multilateral, di antara negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan negara-negara lainnya di luar OKI. Keempat, perlunya peran parlemen untuk terus mendorong upaya pengarusutamaan Islam yang rahmatan lil ‘alamin, menjawab tantangan islamo-fobia melalui dialog konstuktif antar bangsa dan antar peradaban, serta komitmen yang sungguh-sungguh secara bersama-sama untuk mengatasi radikalisme, terorisme, dan tindak kekerasan,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, melalui forum ini diharapkan mampu memberikan hasil-hasil nyata yang dapat diteruskan melalui upaya di masing-masing negara, untuk mendorong kerjasama yang lebih erat baik secara bilateral, regional ataupun multilateral. Mengingat multy track diplomacy dipercaya akan mampu memberikan pencapaian yang efektif, guna mendorong cita-cita percepatan pembangunan global yang hanya bisa dicapai melalui kerjasama intensif antar berbagai negara.
“Disinilah kita meresapi takdir Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menciptakan manusia berbangsa-bangsa agar saling mengenal, dan kemudian diteruskan melalui kolaborasi dan kerjasama untuk dapat memberikan nilai tambah yang optimal dalam pembangunan nasional, maupun untuk menjadikan penciptaan tatanan global yang lebih sejahtera dan berkelanjutan. Melalui kerjasama dan kolaborasi antar bangsa, antar negara, tentunya peradaban manusia akan mampu mengatasi krisis multi dimensi, khususnya yang menyangkut dengan peningkatan risiko krisis pangan, krisis energi, krisis ekonomi, serta krisis perubahan iklim dan bencana,” pungkas Bamsoet. (dito)
Be First to Comment