Refleksi Akhir Tahun 2022 Ketua MPR RI
Pertumbuhan Impresif 2022
untuk Merespons Tantangan Ril 2023
Oleh:
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Tetap Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka
INDONESIA 2022 ibarat cahaya penebar harapan di tengah wajah dunia yang suram karena terus berselimut ketidakpastian. Cahaya itu muncul sebagai buah dari semangat segenap elemen masyarakat yang hampir selama tiga tahun berjibaku merespon ragam ekses pandemi Covid-19.
Dengan mengedepankan ungkapan ini, sama sekali tidak bermaksud menunjukan atau mencerminkan perilaku pemimpin dan rakyat Indonesia yang narsis. Ungkapan ini sekadar mengutip pandangan dan penilaian komunitas global yang disuarakan oleh dua lembaga multilateral, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Kedua lembaga itu menilai Indonesia 2022 sebagai the bright spot in dark.
Penilaian kedua lembaga ini pun sudah disampaikan pemerintah dalam forum seminar nasional Badan Keahlian DPR RI, pada pekan ketiga Oktober 2022. Bahkan, kemudian disampaikan langsung oleh Wakil IMF untuk Indonesia, James P. Walsh, pada pekan Ketiga November 2022. “Yang ingin saya katakan adalah Indonesia telah menjadi bright spot global,” kata James.
Maka, menuju akhir tahun 2022, ungkapan tadi perlu digarisbawahi lagi. Semua elemen masyarakat diingatkan bahwa negara-bangsa memiliki modal dasar yang cukup kuat untuk merespons tantangan di tahun 2023; tahun yang masih berselimut ketidakpastian akibat faktor geopolitik, sektor keuangan global yang masih sarat masalah hingga potensi ancaman dari tingginya inflasi di sejumlah negara. Faktor lain yang juga patut diwaspadai adalah potensi kenaikan harga pangan dan energi. Maka, hiruk pikuk politik tahun 2023 terkait isu Pemilu dan Pilpres 2024 hendaknya tidak mengganggu fokus negara-bangsa menyikapi ragam tantangan itu.
Tahun 2022 yang dinamis dan sarat ujian akan segera berakhir. Dalam hitung hari, dunia akan menyongsong tahun 2023 yang masih menghadirkan ragam tantangan riel. Namun, optimisme harus tetap bertumbuh, karena pengalaman mengajarkan bahwa akan selalu ada peluang dan harapan pada situasi paling sulit sekalipun. Masyarakat Indonesia setidaknya sudah menghadirkan bukti, yakni saat mengelola kehidupan bersama sepanjang durasi pandemi Covid-19 dengan penuh kebijaksanaan, dan membuahkan kinerja perekonomian negara yang impresif.
Selama hampir tiga tahun semua elemen bangsa berjibaku merespons dampak pandemi Covid-19, yang telah merusak nyaris semua aspek kehidupan. Lebih dari 6,7 juta warga terinfeksi Covid-19. Lebih dari 160 ribu orang meregang nyawa, termasuk lebih dari dua ribu tenaga medis yang berjuang di garda terdepan telah gugur sebagai pahlawan kemanusiaan.
Namun, berkat optimisme yang selalu terjaga, Indonesia bisa mereduksi ekses pandemi berkat kepatuhan publik pada protokol kesehatan, dan kemudian memasuki zona pemulihan ekonomi berkat rangkaian kebijakan populis yang dirancang pemerintah. Kebijakan fiskal yang prudent dan produktif berdampak positif pada peningkatan permintaan domestik dan laju inflasi yang moderat. Menguatnya konsumsi dalam negeri itulah yang menjadi motor pertumbuhan dan pemulihan.
Selain itu, ada faktor surplus transaksi berjalan dan faktor neraca perdagangan yang per Oktober 2022 mencatat surplus 5,67 miliar dolar AS. Pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2022 memang tampak impresif; mencapai 5,01 persen per kuartal I, naik menjadi 5,44 persen per kuartal II, dan kembali meningkat 5,72 persen per kuartal III. Kendati kuartal IV diproyeksikan mengalami “moderasi” atau pelambatan, namun secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi tahun 2022 amat prospektif dan mengisyaratkan optimisme.
Saat masyarakat Indonesia menikmati pertumbuhan, sejumlah negara justru terperangkap pada zona resesi. Akibat tekanan inflasi yang tinggi, sejumlah negara di kawasan Eropa sudah dibayang-bayangi resesi. Dari Inggris, tersaji ragam kisah pilu akibat melemahnya kinerja perekonomian negeri itu. Selepas pekan kedua November lalu,Menteri Keuangan Inggris, Jeremy Hunt, mengumumkan bahwa negaranya mengalami resesi.
Perbedaan kinerja perekonomian inilah yang mendorong IMF dan Bank Dunia melihat Indonesia sebagai titik terang di tengah wajah dunia yang suram. Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 diproyeksikan maksimal 2,7 persen, lebih rendah dari tahun 2022 yang 3,2 persen. Tentu saja pencapaian Indonesia sepanjang 2022 patut disyukuri oleh semua elemen masyarakat. Sikap bersyukur itu setidaknya sudah tercermin pada tingginya tingkat kepuasan masyarakat atas kerja pemerintah.
Persepsi komunitas global tentang Indonesia pun terus membaik berkat keberhasilan mengemban tugas dan fungsi Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022. Kepemimpinan Indonesia berhasil membangun komitmen global terhadap sejumlah isu strategis. Paling utama adalah mencari rumusan penyelesaian ketegangan geo-politik dan konflik global dengan mengedepankan dialog, diplomasi, dan cara-cara damai.
G20 juga sepakat menanggulangi krisis pangan, serta membantu negara-negara miskin yang rentan menghadapi krisis. Kesepakatan itu diwujudkan melalui program resilience and sustainability trust bernilai 81,6 miliar dolar AS yang dikoordinasikan oleh IMF.
Masih dari forum G20 di Bali, lahir pula kesepakatan berupa upaya pemulihan kesehatan global melalui pengumpulan dana 1,5 miliar dolar AS untuk penanganan pandemi. Kesepakatan lain yang juga sangat penting dan strategis adalah langkah bersama menanggulangi aneka persoalan akibat perubahan iklim dan masalah lingkungan hidup. Pada aspek mekanisme transisi energi, Indonesia memperoleh komitmen senilai 20 miliar dolar AS.
Dari perspektif ekonomi domestik, gelaran G20 juga memberi kontribusi signifikan terhadap PDB yang nilainya Rp.7,4 triliun. Forum ini juga mendorong konsumsi domestik sampai Rp. 1,7 triliun, dan menyerap puluhan ribu tenaga kerja karena terbukanya ratusan lapangan pekerjaan baru, serta mendorong investasi untuk UMKM.
Agar pertumbuhan ekonomi yang impresif itu tetap terjaga, segenap elemen masyarakat diajak menjaga kondusifitas dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Dinamika politik nasional sepanjang tahun 2022 sudah relative baik. Persepsi ini sejalan dengan hasil survei Lembaga Survei Indonesia pada Agustus 2022. Sebagian besar responden (74 persen), menurut survei itu, menyatakan kondisi ekonomi dan politik baik atau sedang-sedang saja. Sekitar 17,7 persen responden yang menilai atau berpersepsi negatif. Memang terkesan kecil, namun patut dimaknai sebagai indikasi masih adanya potensi persoalan, sekaligus menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Harus ada upaya terstruktur dan sistematis agar angka ini tidak semakin membesar.
Kondisi perekonomian dan kehidupan sosial-politik yang relatif stabil pada tahun 2022 menjadi modal penting untuk menyongsong tahun 2023 yang sarat tantangan itu. Untuk alasan itulah semua pihak perlu memberi perhatian ekstra pada beberapa masalah.
Paling utama adalah fakta bahwa tahun 2023 menjadi pintu masuk tahun politik untuk bersiap menyelenggarakan Pemilu serentak dan Pilkada serentak tahun 2024. Sudah menjadi pengalaman bersama bahwa kontestasi politik selalu berpotensi memicu eskalasi ketegangan politik dan rentan menyulut konflik horisontal.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan 17 partai politik sebagai peserta Pemilu. Dalam kaitan ini, semua kotestan Pemilu hendaknya mengedepankan kesantunan dalam berpolitik, membuang jauh-jauh dikotomi politik yang menyebabkan polarisasi rakyat pada kutub-kutub yang berseberangan. Semua elemen masyarakat harus menjadikan Pemilu sebagai bagian penting dari proses pendewasaan politik dan proses pematangan demokrasi.
Dan, demi kemaslahatan bersama, hiruk pikuk politik tahun 2023 terkait isu Pemilu dan Pilpres 2024 hendaknya tidak mengganggu fokus negara-bangsa menyikapi ragam tantangan riel sepanjang tahun 2023.
Selamat Natal dan Tahun Baru 2023.
Be First to Comment