Press "Enter" to skip to content

Dasyatnya Keutamaan Doa: Rodhitu Billahi Rabba…

Social Media Share

Oleh Ustad DR. Abdi Johan Kurnia MA
Disampaikan dalam Kajian Subuh Masjid Jami Attaqwa Komplek Depkes Pondok Labu
Tema: “Meraih Kesuksesan Hidup Akhirat”
Senin, 1 Januari 2024

“BELAJAR IKHLAS” seringkali menjadi pengingat bagi setiap orang yang sedang menghadapi persoalan hidup. Namun, sikap ikhlas atau rela bukanlah perkara mudah ketika harus berbenturan dengan kepentingan urusan dunia. Bahkan, bukan hanya melupakan sikap ikhlas, demi menggapai keuntungan dunia terkadang manusia menyelisihi aturan yang telah Allah tetapkan di dalam Al Quran.

Ustad DR. Abdi Johan Kurnia MA mengatakan ada satu doa yang kalau umat muslim mau tadabbur dengan doa ini, kemudian mengamalkannya secara sungguh-sungguh maka doa itu akan menjadi jalan pembuka turunnya rahmat Allah SWT dan Allah ridho dengan doa dari umatnya.

*Doa tersebut yaitu Rodhitu billahi rabba, wa bil-islami dina, wa bi Muhammadin shallallahu ‘alaihi wa sallama nabiyyan wa rasula.*

*Artinya: Aku ridha dengan Allah sebagai Tuhanku, dengan Islam sebagai agamaku, dan dengan Muhammad (sallaAllahu ‘alayhi wasallam) sebagai Nabiku.*

“Berat Pak, Bu! Mengucapkan rodhitu Billahi Robba. Beratnya kenapa? Kita belum bisa ikhlas. Kalau ada kejadian yang Allah sudah tentukan tetapi kita enggak mau, kita belum ikhlas,” ungkap Ustad DR. Abdi Johan Kurnia MA dalam Kajian Subuh Masjid Jami Attaqwa Jalan Wijaya Kusuma II No.14A Komplek Depkes Pondok, Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (1/1/2024).

Ustad DR. Abdi Johan Kurnia MA. (Foto: narasipos.com)
Ustad DR. Abdi Johan Kurnia MA. (Foto: narasipos.com)

Rodhitu Billahi Rabba

Pada kalimat ini, menurut Ustad Abdi Johan terkandung makna kesungguhan manusia tentang penghambaannya hanya kepada Allah SWT.

“Yang jadi pertanyaan apa benar kebanyakan orang Islam zaman sekarang itu rela Allah sebagai tuhan? Nah kalau doanya enggak dikabul sama Allah, masih rela nggak rela sama Allah?”.

Rela atau ikhlas adalah menekankan rasa puas dan kesungguhan ibadah.

Namun, ada banyak hal menurut Ustad Abdi Johan yang membuat keikhlasan kita kepada Allah SWT menjadi bias. Antara lain karena hawa nafsu, sifat tamak, emosi, godaan setan, dan hal-hal negatif lainnya. Akhirnya yang dikejar adalah hal-hal yang bersifat duniawi dibanding dengan mencari keberkahan hidup menurut ajaran Islam dan ketetapan Allah itu sendiri.

Ia mencontoh, soal perkara warisan yang acapkali banyak ketetapan Allah yang dilanggar. Bisa karena hawa nafsu atau godaan setan yang ujungnya mendasarkan pada logika dan kepentingan dunia.

“Apakah banyak orang Islam yang pakai aturan waris di Quran. Enggak banyak! Bahkan keluarga kyai, keluarga ustad pun enggak mau pakai aturan waris di Quran. Alasannya sama rata, sama rasa. Alasannya laki-laki perempuan kita anaknya bapak juga, anak-anaknya umi juga. Masa bagiannya dibedain.”

Bahkan, sambung Ustad Abdi Johan salah satu perguruan tinggi Islam banyaknya para dosennya yang mengabaikan ketetapan Allah itu.

Padahal, Allah SWT telah tegas menyatakan dalam firmannya bahwa jangan sekali-sekali melanggar atas apa yang Allah telah tetapkan di dalam Al Quran.

“Allah murka nggak? Murka. Diatur nggak mau. Itu satu contoh. Di surat An-Nisa mulai dari ayat 10 sampai ayat 14. Alasannya tegas banget,” imbuh Ustad Abdi Johan.

Dalam surat An-Nisa mulai dari ayat 10 sampai ayat 14, Allah SWT telah menetapkan tentang pembagian hukum waris.

Hal lain yang juga acapkali melemahkan keistiqomahan hamba pada ridha Allah, menurut Ustad Abdi Johan seperti ketetapan Allah tentang lahir dan mati.

Ia menekankan pentingnya setiap muslim tentang ketetapan bahwa Allah yang menciptakan, Allah juga yang mematikan. Allah yang menghidupkan, Allah juga yang mematikan.

“Pertanyaan saya? Kita ini lahir itu maunya Allah, atau maunya kita? Maunya siapa Bu? Maunya Allah bukan maunya kita!”.

Tapi, sambung dia seringkali banyak manusia nggak ikhlas ketika ditimpa musibah. Akhirnya larut pada kesedihan yang ujungnya merugikan dirinya.

“Allah kasih kita Anak, Allah ambil anak kita. Allah kasih kita orang tua, Allah ambil orang tua kita”.

Menurut Ustad Abdi Johan, sangat mungkin doa kita tidak terkabul karena Allah SWT memilih yang maslahat menurut Allah bukan yang maslahat menurut kita. Begitu juga Allah SWT memilih waktu yang dikabulkannya doa. Bukan pada waktu yang kita pilih.

“Jadi kita terima semua pemberian Allah. Maka orang Islam itu tugasnya cuma memperbanyak syukur alhamdulillah.”

Wa Bil-Islami Dina

Pada kalimat ini, Ustad Abdi Johan menekankan pentingnya beribadah secara kaffah, rela Islam sebagai agamanya.

“Pertanyaannya apa benar orang Islam itu rela Islam?”.

Lagi-lagi, menurut Ustad Abdi Johan ketika harus berbenturan dengan urusan dan kepentingan dunia, sikap kaffah atau totalitas menjadikan hanya Islam sebagai agama jadi bias.

Ia mencontoh ketika umat muslim karena alasan toleransi lalu harus mengorbankan totalitas hanya Islam sebagai agama yang benar.

“Yang paling sering ketika ngucapin selamat kepada agama lain yang lagi memperingati. Ini prinsip! Kenapa? Wa Bil-Islami Dina. Aku rela Islam sebagai agama.”

Ada satu kisah, menurut Ustad Abdi Johan yang patut diteladani dari sosok pengusaha Haji Thayeb Muhammad Gobel, pendiri Panasonic Gobel. Berhasil membangun kerja sama dengan perusahaan dari jepang, Matsushita Panasonic.

Membangun pabrik pertama di Jalan Saharjo, yang masuk dalam kawasan Manggarai, Jakarta Selatan.

Biar berkah, Haji Thayeb  Muhammad Gobel membuat program, menghajikan karyawannya. Programnya makin maju, mulai dari 5 orang, 10, 20, 40 hingga mampu memberangkatkan 100 karyawan naik haji.

Tapi, Direktur dan keluarga Matsushita protes karena program tersebut dianggap pemborosan dan bisa membuat perusahaan bangkrut.

Haji Thayeb  Gobel pun tersinggung dan mengatakan bahwa dia tidak akan menghentikan program naik haji gratis. Bahkan dia rela putus kerja sama dengan Matsushita apabila terus ditekan.

“Haji Thayeb Gobel bilang, ini keyakinan agama saya. Kalau saya sedekah berangkatin orang haji, keuntungan juga bertambah. Coba kamu lihat dari saya berangkatin 5 orang sampai bisa 100 orang. Apa iya perusahaan kita bangkrut? Enggak justru untung makin banyak yang berangkat haji. Berkah itu urusan agama, urusan Allah,” ungkap Ustad Abdi Johan.

Keteladanan Haji Thayeb Gobel itu, menurut Ustad Abdi Johan dirasakan sulit ditemukan di era saat ini. Oleh karenanya, ia berharap kisah itu bisa menjadi pelajaran bagi siapapun untuk tidak perlu takut apabila sudah merasa yakin dengan pilihannya, bahwa Wa Bil-Islami Dina. Agama yang benar dan rela Islam sebagai agamanya.

Wa Bi Muhammadin (shallallahu ‘alaihi wa sallama) Nabiyyan Wa Rasula

Ustad Abdi Johan mengatakan perwujudan dari kecintaan, berupaya mendekatkan diri kepada nabi, serta meyakini bahwa benar Nabi Muhammad SAW menjadi penolong, pemberi syafaat bagi umatnya, adalah dengan banyak memahahi kehidupan Nabi Muhammad SAW melalui hadis-hadis nabi.

Sebagai testimoni, Ustad Abdi Johan memberi kisah keutamaan membaca dan memahami hadis-hadis nabi hingga kita merasa seolah-olah nabi berada di tengah-tengah kita dengan banyak membaca hadis-hadis yang merangkum sikap, perbuatan, serta ucapan nabi.

Fadilah membaca dan memahami kehidupan nabi melalui bacaan hadis dilakukan oleh Kyai Dalhar yang lahir di Muntilan, Magelang pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 H (12 Januari 1870 Masehi).

“Nah, setiap kali Gunung Merapi mau meletus itu Kyai Dalhar selalu mengajak orang kampung baca shahih Bukhari. Terus orang-orang kampung nanya apa hubungannya Gunung meletus sama Shahih Bukhari, nggak nyambung!”.

Tapi, akhirnya warga kampung meyakini kebenaran yang dilakoni Kyai Dalhar. Karena selama Kyai Dalhar hidup, Gunung Merapi yang acapkali mau meletus yang ditandai dengan suara gemuruh disertai kepulan asap, selalu tidak jadi meletus.

Mengapa bisa begitu? Ustad Abdi Johan menegaskan karena Allah SWT telah menjaminnya seperti yang Allah nyatakan dalam surat Al Anfal ayat 33.

“Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.”***

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *