Kepala BKKBN, Dr. dr. Hasto Wardoyo, SpOG (K). (Foto:ist)
JAKARTA, NP – Tahun 2045, saat berusia 100 tahun, Indonesia diproyeksikan akan menjadi negara maju. Untuk mewujudkannya diperlukan partisipasi masyarakat. Pembangunan dan pemerataan penduduk menjadi kuncinya. Demikian benang merah dari paparan Kepala BKKBN, Dr. dr. Hasto Wardoyo, SpOG (K) saat membuka acara webinar Megatrend Demografi dan Visi Indonesia Emas 2045 dengan tema “Mewujudkan Indonesia Emas 2045 melalui Pembangunan Berwawasan Kependudukan”, Senin (28/09/2020).
Menurut Hasto, untuk mewujudkan Indonesia Maju di 2045 beberapa pilar pembangunan harus menjadi perhatian dan fokus kerja. Ada empat pilar Pembangunan Indonesia 2045 yang menjadi fokus pemerintahan saat ini. Yakni, pembangunan manusia dan penguasaan Iptek, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan hingga ke daerah terpencil, dan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan yang baik. Empat pilar ini, terutama pilar ketiga, menguatkan pendapat bahwa arah pembangunan Indonesia adalah pembangunan yang inklusif yang bertujuan mengurangi kesenjangan pendapatan di seluruh lapisan masyarakat, memperkecil kesenjangan antarwilayah, pemerataan infrastruktur sehingga kemiskinan akut berhasil dientaskan.
Menurut Hasto, tugas BKKBN bersama mitra kerja dan instansi terkait adalah bagaimana caranya mengintegrasikan kependudukan dengan empat pilar pembangunan Indonesia tersebut. Sehingga Indonesia maju 2045 dapat diwujudkan. Kuncinya, kata Hasto, bagaimana bangsa ini bisa menjadikan kependudukan sebagai pusat kegiatan pembangunan.
“Kependudukan adalah faktor penentu keberhasilan pembangunan,” tandas Hasto Wardoyo. Dalam paparannya bertema “Strategi Penguatan Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga”, Hasto Wardoyo mengatakan pentingnya Indonesia membangun strategi Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) dalam upaya mewujudkan keluarga berkualitas. Melalui kondisi PTS, diharapkan penduduk Indonesia akan memiliki daya saing aktif di dunia internasional. Untuk mewujudkan hal itu BKKBN menggencarkan program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana).
“Kini BKKBN hadir dengan cara baru, generasi baru dan era baru, melakukan rebranding dengan dengan logo baru, tagline baru, dan jingle. Jargon Dua Anak Cukup kini menjadi Dua Anak Lebih Sehat,” ujar Hasto.Perubahan itu semua, demikian lanjut Hasto, bertujuan agar BKKBN bisa lebih terhubung dengan generasi milenial.Mengapa generasi milenial menjadi fokus garapan BKKBN saat ini dan ke depan? “Karena generasi milenial yang saat ini berusia 40 tahun ke bawah yang akan mewarnai pembangunan Indonesia ke depan,” jelas Hasto.Berencana itu keren. Jargon ini diangkat juga oleh Hasto dalam paparannya. Dia menilai bahwa perencanaan keluarga adalah salah satu anak kunci dalam mewujudkan Indonesia maju 2045.Intinya, bagaimana anak bangsa bisa membuat perencanaan dengan baik saat akan menikah, saat kehamilan, hingga saat membangun keluarga yang lebih berkualitas. “Jangan terjadi kehamilan yang tidak diinginkan misalnya. Jadi kehamilan harus direncanakan,” jelas Hasto.
“Aging population” juga menjadi perhatian BKKBN. Pasalnya, Indonesia harus memiliki strategi penanganan lansia mengingat jumlahnya akan meningkat di 2045. “Lansia di 2045 memiliki pendidikan dan tingkat ekonomi yang rendah. Kita harus memiliki strategi yang tepat untuk mengatasinya, agar mereka tidak menjadi beban pembangunan dan Indonesia maju di 2045 dan dapat terwujud,” tutur Hasto.Dengan kondisi seperti itu, Hasto belum terlalu optimis Indonesia dapat meraih bonus demografi tahap 2. “Bonus demografi pertama saja cukup berat, apalagi yang kedua,” ujarnya.Persoalan itu belum lagi ditambah dengan masalah disparitas penduduk yang belum merata. Disparitas ini menjadi isu dan kebijakan baru. Untuk itu, Hasto Wardoyo berharap akan ada “blue print” pembangunan kependudukan. Di antaranya di dalamnya terkait dengan angka “Total Fertility Rate” (TFR) yang harus ditetapkan pemerintah agar tren pembangunan naik dan stabil ke depan.”Kami ingin bagaimana merumuskan ulang visi kependudukan, menganalisis dan menentukan rumusan ttg rencana aksi, hingga konsep rencana pembangunan ke depan. Kita ingin wujudkan “one single identity”, Sistem informasi Keluarga (Siga) secara nasional akan kita bangun guna mendukung blue print kependudukan,” tutur Hasto.
Hasto mengatakan, perlu terobosan untuk menjadikan penduduk sebagai obyek dan subyek pembangunan. Hal yang juga menjadi menjadi perhatian BKKBN adalah penanganan stunting (kekerdilan), difabel dan gangguan mental emosional. Ketiganya ini ikut mempengaruhi percepatan mewujudkan Indonesia maju 2045. Saat ini angka stunting di Indonesia berada pada posisi 27,6 persen dan ditargetkan turun menjadi 14 persen pada 2024. Stunting sangat berkontribusi pada masalah kualitas SDM.
Dalam mewujudkan Indonesia maju 2045, negeri ini akan melewati jendela peluang berupa bonus demografi, di mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak ketimbang non produktif. Namun Indonesia perlu mewaspadainya karena masalahnya ada sejumlah hambatan untuk memperoleh bonus tersebut. Sebagai contoh, masih tingginya kawin usia muda, putus sekolah, kematian bayi, gizi buruk hingga jaminan sosial.
“Bagaimana kita bisa memetik bonus demografi menjadi bonus kesejahteraan, adalah hal penting yang harus kita perhatikan bersama,” ujar Hasto. Yang perlu diperhatikan untuk memperoleh manfaat demografi, demikian Hasto, adalah pentingnya pemberian ASI, asupan gizi, dan memiliki jumlah anak. Termasuk menghindari 4 T (terlalu muda melahirkan, terlalu tua, terlalu cepat dan terlalu rapat jarak kelahiran).”1000 Hari Pertama Kehidupan harus kita perhatikan. Meski pun keluarga tinggal di lingkungan kumuh, jangan sampai mereka kelaparan, tetap sehat, tidak stunting, pendidikan berjalan, perilakunya baik, punya anak- melahirkan dan asupan gizinya baik,” jelas Hasto.Hasto mengajak jajarannya untuk bersama-sama mitra kerja dan instansi terkait mencegah menurunnya kualitas penduduk akibat di antaranya stunting melalui program yang ada seperti Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Bina Keluarga Lansia (BKL).
Sementara itu, pembicara lainnya M. Cholifihani, direktur pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), menilai pengembangan kependudukan yang spesifik mutlak diperlukan. “Selain persiapan menuju penduduk lansia, Indonesia akan menjadi negara dengan penduduk usia produktif di 2024 sebanyak 174-180 juta, dari total penduduk saat ini sebanyak 279 juta,” urai Cholifihani.
Adapun Prof. Dr. Aris Ananta, Ph.D, President Asian Population Association, menyatakan pada 2045 Indonesia diprediksi akan menjadi 5-6 pemain terbesar di dunia dengan “size” ekonomi terbesar. Saat itu, jumlah penduduk Indonesia diproyeksi sebanyak 318, 9 juta jiwa. Harapan hidup 75,5 tahun. Jumlah lansia 44,9 juta dari saat ini 11 juta jiwa. Penduduk perkotaan 72,8 persen dari 49,9 persen saat ini. Aris Ananta berharap TFR bisa dijaga seimbang pada posisi 2,1. Sehingga stabilisasi pembangunan dari populasi yang ada berjalan harmoni. Dia juga berharap arus urbanisasi menumbuhkan kota kecil dan sedang. Sehingga terjadi pemerataan pembangunan. “Kota-kota besar akan semakin berkembang di 2045. Perlu transformasi dan kebijakan kependudukan. Kita dorong dengan kebijakan yang berbeda,” ujarnya. Dia juga mengingatkan bahwa peran dan kapasitas kelembagaan daerah menjadi penting. Karena program mewujudkan Indonesia maju 2045 bukan semata pekerjaan pemerintah pusat. “Daerah Harus didorong lebih optimal,” tandasnya.
Menurut Aris Ananta, peran BKKBN saat ini tidak hanya pengendalian kuantitas tapi juga kualitas penduduk yang seimbang. Yakni pengetahuan kependudukan, perencanaan kependudukan, dan informasi kependudukan. Juga peningkatan pembangunan keluarga dan Sistem Informasi Keluarga,” jelasnya.Aris Ananta mengatakan, yang perlu dilakukan BKKBN ke depan adalah menyusun blue print Indonesia Emas 2045, pemaduan dan sinkronisasi kebijakan pengendalian penduduk terkait PTS, harmonisasi aturan sehingga BKKBN fokus pada kependudukan dan keluarga.Selain itu, inovasi pelayanan KB dan KIE yang bervariasi antar daerah dengan mempertimbangkan disparitas, peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan, pemanfaatan data dan informasi kependudukan di mana fokus pada data informasi sektoral dan kemudian diolah menjadi satu data kependudukan.
Dalam webinar ini juga tampil sebagai pembicara Gracia Billy Membrasar, Staf Khusus Presiden RI. Ia mengatakan negara yang berhasil manfaatkan anak muda menjadi produktif adalah Korea Selatan. Sementara India dinilainya gagal.Dia juga meminta perhatian akan adanya tren yang terjadi pada anak muda. “Ketika ekonomi negara beranjak dari bawah ke atas, apatisme anak muda menjadi naik. Bagaimana anak muda lebih mengutamakan hal hal kesenangan diri sendiri,” terang Gracia.
Di sinilah BKKBN diharapkan bisa melakukan intervensi sehingga anak muda memiliki potensi menjadi generasi yang mampu mewujudkan Indonesia menjadi negara dan bangsa yang maju. (rls)
Be First to Comment