JAKARTA, NP- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama RI optimis dapat memenuhi keinginan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas yang telah menargetkan hingga 2024, sertifikasi halal dapat diberikan kepada para pelaku usaha mencapai 10 juta produk bersertifikasi halal.
Untuk mewujudkan target tersebut, Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham berharap dukungan dan kerja sama semua pihak.
Penegasan disampaikan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Muhammad Aqil Irham pada Sosialisasi Edukasi dan Publikasi Jaminan Produk Halal yang digelar BPJPH di Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Acara yang melibatkan dialog dengan awak media massa itu juga menghadirkan Staf Khusus (Stafsus) Menteri Agama Wibowo Prasetyo, Sekretaris BPJPH E.A. Chuzaemi Abidin, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Siti Aminah, serta Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi (HDI) Kemenag RI Akhmad Fauzin.
Pada acara yang mengusung tema “Updating Kebijakan Sertifikasi Halal” itu, Aqil mengatakan hingga Juli 2023, sertifikasi halal telah diberikan kepada 2.115.936 pelaku usaha.
“Jumlahnya terus meningkatkan terhitung sejak periode 2012-2018 jumlah sertifikasi halal kepada pelaku usaha sebanyak 668.615, lalu tahun 2022 menjadi 673.164 produk bersertifikasi halal. Saat ini jumlahnya mencapai 2.115.936 produk bersertifikasi halal,” tegas Aqil.
Tantangan Pendanaan
Selain itu, menurut Aqil tantangan lain untuk mewujudkan target 10 juta juga terkait dengan anggaran atau pendanaan. Dia menjelaskan sebelum 2021, rata-rata biaya pembuatan sertifikat halal rata-rata Rp 3 juta.
“Kalau dulu tarifnya Rp juta. Terus kalau mau kejar target 10 juta. Butuh berapa triliun untuk menuju target itu? Oleh karena itu, dipastikan dulu bahan jualannya, termasuk perlunya dilakukan uji labatorium,” ujar Aqil.
Terkait itu, Aqil menegaskan pihaknya membuat dua skema dalam proses sertifikasi halal. Pertama, sertifikasi halal melalui skema pernyataan pelaku usaha (self declare). Skema ini berlaku bila produk yang diajukan memenuhi kriteria tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya, serta memiliki proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana.
“Proses verifikasi kehalalan produk melalui skema self declare dilakukan oleh Pendamping Proses Produk Halal (PPH),” ujar Aqil.
Kedua, sertifikasi halal melalui skema reguler. Ini ditujukan bagi pelaku usaha yang memiliki produk yang masih perlu diuji kehalalan. Dalam skema ini, maka diperlukan keterlibatan auditor halal yang tergabung dalam Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Aqil menjelaskan, untuk skema reguler, pengenaan biaya-biaya karena ada beberapa komponen yang mempengaruhi tarif layanan sertifikasi halal, misalnya skala pelaku usaha, penggunaan alat uji laboratorium, lokasi pelaku usaha yang diaudit, SDM auditor, dan tenaga syariah yang dibutuhkan.
Berdasarkan Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141/2021, tarif layanan sertifikasi halal reguler bagi UMK senilai Rp650.000. Biaya tersebut terdiri dari biaya pendaftaran dan penetapan kehalalan produk sebesar Rp300.000 dan biaya pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebesar Rp350.000.(dito)
Be First to Comment