Press "Enter" to skip to content

Pengawasan Wajib Sertifikasi Halal, BPJPH Tidak Gunakan Pendekatan Hukum

Social Media Share

Kepada BPJPH Kemenag  M. Aqil Irham(tengah). (red)

JAKARTA, NP –Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) akan melakukan tindakan pengawasan secara persuasif terhadap para pelaku usaha, pada 18 Oktober 2024. Seperti diketahui mulai 17 Oktober 2024 pemerintah bakal menerapkan kewajiban sertifikasi halal. Pengusaha makanan dan minuman kalangan UMKM wajib memiliki sertifikat halal.

“Berdasarkan regulasi kita tidak bisa melakukan tindakan lebih jauh kepada mereka (pelaku usaha ) yang belum memiliki sertifikat halal, kecuali diperbolehkan oleh regulasi. Yang diperbolehkan oleh regulasi itu, yang pertama kali adalah memberikan peringatan,”kata Kepala BPJPH Kemenag M. Aqil Irham di sela-sela acara media gathering “10 Tahun UU Jaminan Produk Halal dan Capaian Kinerja BPJPH Kemenag di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2024).

“Untuk itu, BPJPH  akan memberikan himbauan terlebih dahulu kepada pelaku UMKM. Bagi yang belum, ayo kita mulai dari sekarang diproses pendaftaran sertifikasi halalnya. Kita kasih waktu sambil kita arahkan. Supaya mereka dengan kesadaran sendiri,” ujar Aqil.

Ia menegaskan BPJPH melakukan sosialisasi dan literasi tidak dengan pendekatan hukum. Karena customer, telah memiliki kesadaran halal yang tinggi. Jadi mereka ingin konsumsi yang halal. Kalau produsen atau pengusahanya tidak menyesuaikan dengan tren ini, maka mereka akan ditinggalkan oleh konsumen.

“Jadi itu yang ingin kita sampaikan kepada mereka. Kalau yang lain sudah pada halal, kamu yang belum halal bisa tertinggalkan. Gak laku lah. Misalnya suatu perusahaan butuh catering. Dia akan buka tender, syaratnya catering yang sudah bersertifikat halal. Bagi catering yang belum bersertifikat halal, maka dia tidak bisa ikut tender. Rugi dia tidak bisa ikut kompetisi. Secara administratif saja sudah kalah dia,”terang Aqil.

Apalgi sekarang ini cenderung kantor-kantor kalau mau rapat sudah pakai snack (cemilan) yang bersertifikat halal. Kalau belum, maka mereka tidak dipakai. Rugi sendiri. Jadi aspek halal tidak hanya aspek administratif semata, tetapi juga ada nilai tambahnya, dan nilai saingnya.

Menurut Aqil, literasi digital yang masih rendah di kalangan pelaku UMKM  juga masih menjadi hambatan. Kita tidak mau offline/berkas. Dalam perspektif kita bisa memudahkan, tetapi bagi yang literasi digitalnya masih rendah itu menjadi masalah juga. Semisal untuk dokumen persyaratan berupa surat permohonan, aspek legal (NIB), dokumen penyelia halal, proses pengolahan produk, manual sistem jaminan produk halal (SJPH), dll.

“Itulah kesulitan pendamping-pendamping halal. Dia malah bantuin bagaimana caranya. Ini KBLI nya mana. Bagaimana bikin NIB nya. Repot sekali dia. Padahal belum tentu dapat 150 ribu dia,”imbuh Aqil. Diketahui gaji yang diterima pendamping halal adalah Rp 150 ribu per sertifikat halal yang keluar.

“Itu sebabnya para pendamping kita siapkan tutorialnya, flowchart atau alurnya. Untuk memudahkan mereka. Disamping itu juga mengedukasi masyarakat, punya handphone jangan hanya untuk TikTok doang sama WA,”tutup Aqil.(red)

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *