Press "Enter" to skip to content

Digelar di Bali, Indonesia Tuan Rumah Kelestarian Air Dunia

Social Media Share

JAKARTA, NP- Indonesia secara resmi terpilih sebagai tuan rumah World Water Forum (WWF) ke-10 2024 mendatang.

World Water Forum (WWF) ke-10 merupakan penyelenggaraan pertemuan internasional terbesar di bidang kelestarian air dunia yang rencananya akan digelar di Bali, pada 3-9 Juni 2024 mendatang.

Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Endra S. Atmawidjaja mengatakan kepercayaan kepada Indonesia jangan hanya melihat Indonesia sebagai host, namun sebagai ibukota air dunia.

“Indonesia dapat kehormatan menjadi tuan rumah. Bukan hanya sebagai host tapi capital, water capital of the world. Ibukotanya dunia tentang air. Semua mata akan tertuju ke Indonesia. Karena itu kita harus menunjukan leadership yang kuat sehingga berbagai isu tentang air ini diselesaikan pada level yang tertinggi,” ucap Endra S. Atmawidjaja dalam diskusi virtual bertema “Kelestarian Air, Kebutuhan Hidup Bersama” yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) pada Senin (20/2/2023).

Lebih jauh, Endra menjelaskan semangat menjadi leadership yang kuat itu sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menekankan pentingnya mendapatkan manfaat nyata bagi Indonesia ketika menjadi tuan rumah dalam menggelar acara-acara bertaraf internasional. Dan kini kesempatan itu dipercayakan kembali kepada Indonesia menjadi tuan rumah kegiatan World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali, pada 2024 mendatang.

“Kalau selama penyelenggaraan itu kan sudah pasti ya kita dapat publikasi, exposure, UMKM kita, tourism kita meningkat. Tapi di balik itu, kita juga berharap bahwa ada program terkait air yang memang bisa masuk ke Indonesia. Itu bisa membantu kita menyelesaikan berbagai masalah air yang ada,” ucap Endra.

6 Topik Bahasan

Endra menegaskan, selama penyelenggaraan WWF nanti, Indonesia akan mendorong 6 topik pembahasan. Diharapkan nantinya menjadi program untuk diimplementasi sebagai bagian dari kebijakan tata kelola air. Baik di tingkat nasional maupun internasional bersama negara-negara anggota.

“Nah, ada beberapa masalah yang memang kita identifikasi cukup penting. Ini harus di pikirkan solisinya ke depan. Pertama adalah tentang relasi human and nature. Jadi bagaimana perilaku manusia ini juga harus tetap bersahabat dengan lingkungan. Tidak merusak lingkungan. Konservasi kita upayakan lebih intensif lagi,” tegasnya.

Ia mencotohkan, bencana yang terjadi di Bengawan Solo beberapa bulan lalu merupakan dampak dari relasi manusia dan alam yang tidak harmonis. Meningkatnya urbanisasi membuat lahan-lahan yang seharusnya merupakan DAS (daerah aliran sungai) menjadi berkurang.

Terkait water security, Indonesia ingin mendorong negara-negara anggota untuk bersama-sama menjaga ketahanan air, ketahanan pangan hingga menjamin air bersih yang cukup serta menjaga sanitasi yang layak.

Selanjutnya, terkait mengurangi resiko bencana, terutama terkait ketersediaan air. Kemudian, meningkatkan kerjasama tentang air. Menurutnya, kerjasama tentang air ini bisa dilakukan di berbagai level mulai dari antar daerah, nasional hingga global.

Endra mencontoh Sungai Rhein yang terdapat di Eropa, tepatnya di pengunungan Alpen di Swiss wilayah Graubunden. Sungai tersebut memiliki aliran yang panjang mulai dari Chekoslasvia hingga Jerman.

“Kemudian ada sungai dari China sampai Vietnam. Di Afrika juga begitu. Ada sungai yang dilalui beberapa negara. Nah itu kan butuh kerjasama internasional tentang air. Kita tidak bisa membayangkan ke depan ini air bisa menjadi sumber konflik, sumber perang karena memang jumlahnya terbatas,” bebernya.

Hal lain tema yang mendorong pembahasan tentang keuangan. Sebab menurutnya, apapun yang dibicarakan dari sisi teknis, harus juga membicarakan water and inovatif financing. Apakah pembiayaannya dibebankan kepada masyarakat, pemerintah atau juga melibatkan partisipasi swasta. Lalu bagaimana pengaturan skemanya.

“Terakhir yang tak kalah penting adalah adalah knowledge and inovation. Ini tugas para researcher, akademisi yang berkaitan dengan data dan informasi science base management,” kata Endra.

Solusi dan Kesiapan Pemerintah

Sementara itu, Kepala BMKG (Badan Metereologi, Klimatlogi dan Geofisika) Dwikorita Karnawati menyampaikan solusi yang dilakukan pemerintah saat ini adalah menyiapkan infrastruktur dan ketahanan air yang dampaknya pada ketahanan pangan.

Koordinasi antara lembaga dan isntansi terkait terus dilakukan dalam menghadapi musim kering yang diprediksi dimulai pada bulan Juni tahun ini.

“Sebentar lagi musim kemarau di bulan Juni, Juli, Agustus, September sudah diprediksi. Jadi solusinya adalah sains date, data berbasis terkonologi sehingga bisa memprediksi. Kita bisa tahu akan kering,” kata Dwikora.

Saat ini hujan masih terjadi, oleh karena itu menurut Dwikora pihaknya dan lembaga terkait sudah berkoordinasi terutama dengan Kementerian PUPR dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Kami sudah menyiapkan dengan KLKH, dengan Ibu Siti Nurbaya (Menteri KLHK) sudah mengkoordinasikan penerapan teknologi modifikasi cuaca sehingga saat mumpung masih hujan. Hujannya dipaksa turun membasahi lahan-lahan kering. Seperti lahan gambut ini sudah mau bergerak bulan Februari ini. Masih ada hujan sampai Mei, kita paksa hujan mengisi waduk-waduk, tandon-tandon air dan penampungan air,” ujarnya.

BMKG, menurut Dwikora memprediksi pada saat kering nanti akan lebih lama masa kekeringan air dari 3 tahun sebelumnya dari 2020-2021-2022. “Kenapa kita bisa tahu? Karena ada data. Ada observasi dan analisis berbasis data analisis. Solusinya ddiintegrasikan dengan kesiapan infrastruktur untuk mengatur tata kelola. Kita juga melibatkan pemberdayaan masyarakat seperti para petani yang sangat membutuhkan ketahanan air,” kata Dwikora.

untuk diketahui, Forum Air Dunia merupakan kegiatan pertemuan internasional terbesar di bidang air yang membahas pengelolaan sumber daya air melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Forum tersebut diprakarsai Dewan Air Dunia atau World Water Council (WWC) dan diselenggarakan setiap tiga tahun sekali sejak 1997. (dito)

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *