Beragam usia, profesi, dan latar belakang bersatu dalam diskusi ‘KDRT di Sekitar Kita, Sadarkah Kita?’ di Medan. (Foto: Ist)
MEDAN, NP – Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) bekerja sama dengan SinemArt, Tarantella Pictures, The Big Picture, dan Aliansi Sumut Bersatu (ASB) menggelar diskusi edukatif tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kopi Layang Setiabudi, Medan, Sabtu (22/11/2025). Diskusi bertema “KDRT di Sekitar Kita, Sadarkah Kita” diawali dengan preview film Suamiku, Lukaku, yang menjadi pemantik diskusi untuk menegaskan pesan agar masyarakat berhenti menormalisasi KDRT.
Sutradara film, Viva Westi, menekankan pentingnya rasa aman dalam hubungan dan pemahaman yang benar mengenai definisi serta ciri-ciri KDRT. Ia menyatakan:
“Kekerasan tidak boleh terjadi di dalam sebuah hubungan karena mempunyai rasa aman bagi kedua belah pihak itu penting dalam perjalanan hidup kita.”
Viva juga mengungkapkan tantangan dalam proses pembuatan film:
“Adakah kesulitan dalam membuat film ini? Pasti. Membuat adegan-adegan seperti di film ini tidak mudah… di dalam film ini kami menggunakan coach khusus untuk adegan intimacy dan KDRT-nya.”
Carolina Simanjuntak, konselor dan pendamping korban dari ASB, mengingatkan bahwa perempuan yang tidak berani melapor menghadapi risiko trauma jangka panjang, termasuk anak-anak yang dapat menormalisasi kekerasan:
“Perempuan harus berani, ketika mengalami kekerasan jangan didiamkan, dilaporkan saja agar tidak menimbulkan trauma. Trauma tidak hanya membekas ke si perempuan saja yang mengalami, bisa jadi anak juga akan mengalaminya.”
“Ketika anak melihat orang tuanya mengalami kekerasan, bisa jadi dia akan menormalisasi. Bisa jadi di kemudian hari ketika dia dewasa bahwa ini memang kondratku, tidak apa-apa kalau aku melukai pasanganku, karena waktu kecil aku melihat orang tuaku (ayah) memukuli ibuku.”
Para penyintas KDRT yang hadir menyoroti kendala yang membuat korban enggan melapor, seperti budaya patriarki, pemahaman agama yang bias gender, stigma negatif terhadap perempuan korban, faktor ekonomi, dan pertimbangan masa depan anak. Generasi muda yang hadir mendorong perempuan korban untuk tidak takut mengambil keputusan, termasuk perceraian jika diperlukan.
Film Suamiku, Lukaku, dibintangi Ayu Azhari, Acha Septriasa, Baim Wong, Raline Shah, dan Mathias Muchus, menampilkan berbagai bentuk KDRT: kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga ekonomi. Para penyintas mengapresiasi film ini karena mampu mewakili suara mereka dan menekankan pentingnya dukungan teman dan komunitas.
Lia Nathalia, Ketua KPB, memberikan apresiasi terhadap antusiasme peserta diskusi:
“Kegiatan edukasi terkait KDRT dengan preview film Suamiku, Lukaku dari SinemArt di Medan ini sangat luar biasa karena para peserta diskusi beragam dari segi usia, jenis kelamin, profesi, suku bangsa dan agama menjadikan diskusi berlangsung interaktif. Melalui kegiatan edukasi ini, pesan jelas untuk berhenti menormalisasi KDRT dan jangan diam menghadapi KDRT.”
Film ini diharapkan menjadi pemicu gerakan nasional transformasional, mendorong masyarakat dan pembuat kebijakan memperkuat hukum dan sistem dukungan korban, serta memberdayakan perempuan untuk hidup bebas dari kekerasan dan rasa takut.(red)







Be First to Comment