Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Kemenko Perekonomian)
JAKARTA, NP- Pemerintah tetap berkomitmen mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional dan backbone perekonomian nasional. Karena itu, beragam kebijakan telah ditetapkan Pemerintah untuk mendukung hal tersebut.
Komitmen Pemerintah dalam mendukung hal tersebut juga tercermin dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Kementerian Keuangan, sebagai tindak lanjut dari hasil Rapat Koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, beberapa waktu yang lalu.
Sejalan dengan hasil rapat yang dipimpin oleh Menko Airlangga, disebutkan bahwa perubahan tarif Pungutan Ekspor menjadi US$0/MT berlaku mulai 15 Juli 2022 sampai dengan 31 Agustus 2022 diharapkan dapat mengurangi kelebihan supply CPO di dalam negeri sehingga dapat mempercepat ekspor produk CPO dan turunannya.
“Dengan percepatan ekspor tersebut, diharapkan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat pekebun khususnya pekebun swadaya akan meningkat,” tegas Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Senin (18/7/2022).
Pertimbangan lain dalam penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor kata Airlangga, yakni keberlanjutan dari pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional. Khususnya perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit.
“Khususnya berupa pembangunan Unit Pengolahan Hasil, penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel serta pemenuhan kebutuhan pangan melalui pendanaan penyediaan minyak goreng bagi masyarakat,” jelas Airlangga.
Penyesuaian terhadap skema tarif pungutan ekspor itu kata Airlangga, diharapkan memberikan efek keadilan dan kepatutan terhadap distribusi nilai tambah yang dihasilkan dari rantai industri kelapa sawit dalam negeri. Sementara pungutan yang dipungut dari ekspor dikelola dan disalurkan kembali untuk fokus pembangunan industri kelapa sawit rakyat.
“Ketersediaan dana dari pungutan ekspor dapat meningkatkan akses pekebun swadaya terhadap pendanaan untuk perbaikan produktivitas kebun dan mendekatkan usaha pada sektor yang memberikan nilai tambah lebih,” jelas Airlangga.
Perubahan kebijakan ini menurut dia, juga merupakan momentum bagi BPDPKS untuk semakin meningkatkan layanannya dengan tetap menjaga akuntabilitas serta tranparansi pengelolaan dan penyaluran dana perkebunan kelapa sawit.
“Semua pihak diharapkan untuk terus mendukung kebijakan Pemerintah karena Pemerintah menyadari bahwa semua kebijakan terkait kelapa sawit ini tujuan akhirnya adalah terciptanya sustainability kelapa sawit mengingat peranan kelapa sawit yang sangat penting dalam perekonomian nasional,” tegasnya.
Untkm diketahui, dengan kebijakan tersebut maka pemeringah secara resmi menghapus pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah alias crude palm oil (CPO) beserta produk turunannya. Beleid penghapusan pungutan ekspor CPO dan turunanya ini berlaku hingga 31 Agustus 2022. Dengan kebijakan ini, maka pemerintah menggratiskan pungutan ekspor CPO selama periode tersebut. Setelah itu, tarif pungutan ekspor CPO akan berlaku kembali secara progresif.
Terhitung pada 1 September 2022, pemerintah memberlakukan skema tarif pungutan ekspor CPO dan turunnya secara progresif. Yaitu jika harga CPO global turun, tarif pungutan ekspor juga akan turun dan murah. Sebaliknya, jika harga CPO global naik, tarif pungutan ekspor juga ikut naik.(har)
Be First to Comment