JAKARTA, NP – Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto, mengatakan bahwa daya beli pembudidaya ikan terus naik. Indikatornya ialah Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) dan Nilai Tukar Usaha Pembudidaya Ikan (NTUPi) hingga Februari 2020 angkanya selalu di atas angka 100.
NTPi dan NTUPi diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima oleh pembudidaya dengan indeks harga yang dibayar oleh pembudidaya, apabila perbandingan tersebut nilainya > 1 artinya keluarga pembudidaya secara ekonomi sejahtera.
Selain itu dapat dikatakan bahwa nilai NTPi lebih dari 100 artinya pembudidaya mengalami peningkatan daya beli karena kenaikan harga produksi lebih besar dari kenaikan harga input produksi dan konsumsi rumah tangganya.
“Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) periode tahun 2018 ke tahun 2019. NTPi tumbuh 1,2 persen dibandingkan tahun 2018 yaitu dari 100,80 menjadi 102,09 di tahun 2019. Sedangkan, NTUPi tumbuh 1,69 persen yaitu dari 113,26 di tahun 2018 menjadi 115,18 di tahun 2019,” ungkap Slamet, Jumat (6/3).
Tren positif pertumbuhan NTPi dan NTUPi memberikan gambaran bahwa usaha pembudidayaan ikan yang digeluti masyarakat menunjukkan adanya peningkatan keuntungan usaha.
Slamet mengungkapkan, berbagai dukungan langsung kepada pembudidaya ikan telah secara langsung memberikan dampak positif terhadap perbaikan struktur ekonomi masyarakat. Selain NTPi dan NTUPi naik, secara nasional pendapatan pembudidaya ikan juga mengalami kenaikan yakni dari sebelumnya Rp3,4 juta per bulan di tahun 2018 menjadi Rp3,6 juta per bulan di tahun 2019. Ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018 sebesar 6,95 persen.
“Kalau dilihat dari periode tahun 2015 hingga 2019, rata-rata kenaikan pendapatan pembudidaya per bulan sebesar 4,9% per tahunnya. Pendapatan pembudidaya ikan ini juga lebih tinggi dari rata-rata Upah Minimum Regional (UMR) Nasional tahun 2019 sebesar Rp2,4 juta,” terang Slamet.
Lanjut Slamet, KKP akan terus memastikan pondasi ekonomi masyarakat pembudidaya cukup kuat. “Kami melihat di berbagai daerah geliat usaha perikanan budidaya semakin berkembang dan ada penguatan kapasitas usaha. Tentu ini dampak dari terciptanya efisiensi produksi yang memicu nilai tambah keuntungan bagi pembudidaya,” imbuhnya.
Sebelumnya, KKP terus mendorong dukungan program prioritas untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mendongkrak kesejahteraan pembudidaya ikan. Berbagai program yang telah berhasil antara lain dukungan gerakan pakan ikan mandiri, pengembangan budidaya sistem bioflok, pengembangan minapadi, asurasi perikanan untuk pembudidaya ikan kecil (APPIK), dukungan input produksi seperti bantuan calon induk dan benih ikan, revitalisasi kawasan budidaya, pengembangan budidaya rumput laut kultur jaringan dan dukungan langsung lainnya.
Mengenai arah kebijakan pembangunan perikanan budidaya tahun 2020 hingga 2024, Slamet mengatakan peningkatan produksi akan berorientasi pada pembangunan perikanan budidaya yang berkelanjutan dan berdaya saing dengan mempertimbangkan potensi daya dukung lingkungan, ekonomi dan sosial di wilayah pengelolaan perikanan budidaya.
“Kita akan fokus membangun model kawasan budidaya tambak udang, rumput laut, lobster, patin dan ikan hias. Kemudian, model pakan mandiri maggot serta pembangunan industri dan sistem logistik perbenihan”, tambah Slamet.
Slamet menjelaskan, model kawasan berbasis budidaya berprinsipkan pengembangan bertanggungjawab dan berkelanjutan dengan menerapkan manajemen pengelolaan yang terintegrasi dan terkontrol sehingga meningkatkan produktivitas, menjamin aspek ketelusuran dan keberlanjutan serta menumbuhkan kawasan ekonomi lokal berbasis komoditas unggulan budidaya.
Kemudian, model pengembangan pakan alami maggot merupakan upaya memenuhi bahan baku alternatif pakan. Maggot merupakan larva serangga Black Soldier Fly (BSF) yang mampu merombak, mengekstraksi dan mengkonversi nutrien dalam limbah organik untuk mendapatkan nutrien dalam bentuk baru sebagai bahan baku alternatif pakan ikan.
Sementara pembangunan sistem logistik perbenihan bertujuan untuk membangun mata rantai proses produksi benih ikan dan udang secara terintegrasi dan lebih tertata untuk memenuhi ketersediaan benih bermutu di seluruh Indonesia.(rls)