Press "Enter" to skip to content

Kerokan, Perenungan Perjalanan Hidup Exile, Minoritas WNI

Social Media Share

Pertunjukan Kerokan, karya Angela Sunaryo, salah satu pemenang BAAA #5.(Ist)

JAKARTA, NP – Perupa Angela Sunaryo, salah satu pemenang Basoeki Abdullah Art Award (BAAA) #5 menekankan kata ‘alienasi’ pada karyanya, sambil merujuk salah satu exile Soegeng Soejono, mahasiswa RI yang ‘terbuang’ di Republik Ceko pasca peristiwa G30 September 1965. Soegeng Soejono adalah salah satu exile yang memiliki pengalaman pahit. “Alienasi, seperti kondisi diaspora Indonesia yang merasa terasing dari lingkungan sekitarnya. Kebetulan, waktu ikut student exchange, saya kunjungan ke Ceko (Januari 2024) dan temu pak Soegeng Soejono,” kata Angela di sela Pameran Finalis Kompetisi BAAA #5 kepada redaksi, Senin (25/11/2024).

Keterasingan diaspora ataupun exile, mulai dari lingkungan sekitar, sesama manusia, alam, budaya, tuhan, atau bahkan dirinya sendiri. Alienasi bisa terjadi pada tingkat individu, masyarakat, tempat kerja, dan lingkungan sekitar. Dari kondisi tersebut, ia menuangkan berbagai pengalaman, pemikiran ke dalam karyanya yang diberi judul Kerokan. Ia menggali pengalaman menggores kulit untuk melepaskan angina sebagai metafora untuk isolasi sosial dan emosional. Kondisi Soegeng Soejono ataupun exile serta diaspora yang lain, serupa tapi tak sama dengan yang dialami. Ia mengaku sebagai keturunan Tionghoa dan Belanda. “(diaspora Indonesia, exile) seperti saya, seorang WNI (warga negara Indonesia) yang bukan 100 persen Tionghoa, bukan 100 persen Belanda. Saya temu Soegeng Soejono, yang waktu itu (tahun 1965, masa-masa kelam dalam sejarah Indonesia) tidak bisa kembali ke tanah air. Ia pasrah di tengah peristiwa menyedihkan baginya. Meskipun berdarah Indonesia, kewarganegaraannya dicabut dan akhirnya memilih warga Ceko. Orang-orang seperti pak Soegeng bingung, dan mengalami alienasi,”ujar mahasiswa Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 2020.

Angela Sunaryo Sun (tengah) diapit dua perempuan usai pertunjukan Kerokan pada pameran 29 karya perupa pilihan BBAA #5.(Ist)

Pada pameran finalis yang dihadiri Menteri dan Wakil Menteri Kebudayaan, Fadli Zon dan Giring Ganesha, para pengunjung menyaksikan kegiatan ritual Kerokan, oleh dua perempuan. Salah satunya menggores kulit dengan koin dan minyak seperti dihadapi ekspektasi sosial dan rasa sakit. Secara tradisional, kerokan meninggalkan bekas merah sebagai tanda penyembuhan; disini, bekas tersebut melambangkan penilaian internal dan batas-batas yang dihadapi. Setiap goresan mencerminkan rasa perih keterasingan, tepi tajam antara penerimaan dan penolakan. Maknanya, pengalaman etnis minoritas dengan kondisi keterasingan hingga dinamika yang membuatnya harus terus berjuang. Selain, minoritas harus tetap memegang teguh nilai-nilai yang ia yakini.

Pameran 29 karya seni rupa pilihan peserta Basoeki Abdullah Art Award (BBAA) #5 yang dibuka oleh Menteri dan wakil Menteri Kebudayaan, Fadli Zon dan Giring Ganesha.(Ist)

“Situasi dan kondisi alienasi, karya Kerokan tidak hanya bicara mengenai ruang, tapi makna. Pertunjukan dengan suara kenong Jawa, yang merefleksikan tradisi ritual, menciptakan perbedaan budaya. Narasi dalam Bahasa Indonesia, Inggris dan Ceko melapisi pengalaman kerokan sebagai metafora dari keterpecahan dalam kebersamaan. Kerokan ini, Ini metafora symbol penyembuhan, tidak lagi sebatas secara fisik, tapi spiritual juga,” kata pemilik marga Tionghoa Sun .(Liu)

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *