Press "Enter" to skip to content

Pameran Flaneur, Dari Kemasan Jamu Obat Kuat sampai Diplomasi Budaya Seniman Indonesia

Social Media Share

 

Beberapa pengunjung sempat bertanya-tanya, apa hubungannya sampah kemasan jamu dengan koleksi lukisan pada pameran Flaneur.(Ist)

JAKARTA, NP – Para pengunjung pameran Flaneur sempat terkesima dan terpana dengan salah satu karya seni instalasi yang bentuknya seperti huruf A tapi dipenuhi dengan ratusan sampah kemasan jamu dari berbagai merek terutama yang diproduksi era tahun 1960 – 1970 an. Beberapa pengunjung sempat bertanya-tanya, apa hubungannya sampah kemasan jamu dengan koleksi lukisan pada pameran Flaneur. Selain, di dalam bilik bentukan huruf A tersebut, ada dua wajah laki-laki dengan tulang pipi yang agak tinggi serta menonjol. Para pengunjung juga terpana dengan jamu yang manfaatnya untuk obat kuat, urusan pasangan di ranjang.

“Mungkin, itu (sampah kemasan jamu obat kuat) interpretative dengan perkembangan zaman saat itu (1960 – 1970 an), dimana orang minum jamu setiap hari, dikonsumsi di kalangan masyarakat kelas bawah. Nggak semuanya (sampah kemasan jamu) untuk obat kuat, tapi untuk kesehatan dan tetap energetic, ” pemandu pameran Nunik mengatakan kepada Redaksi.

Pameran Flaneur: Kembara Lintas Dunia mengangkat perjalanan para perupa Indonesia yang menjelajah dari Timur ke Barat, membawa serta nilai-nilai dan identitas mereka dalam percakapan lintas bangsa, lintas dunia melalui karya-karya dari akhir abad ke-19 hingga abad ke-21, pameran ini mengeksplorasi bagaimana perupa Indonesia berinteraksi dengan dinamika seni rupa global, baik melalui pendidikan, bermukim, partisipasi dalam forum-forum internasional, dan berbagai pertukaran lintas budaya lainnya. Mereka adalah pengembara – flaneur -, warga dunia yang menyusuri batas-batas negara, mengamati fenomena social di berbagai kota cosmopolitan dunia dan menyuarakan komentarnya melalui karya. “Bukan hanya (seni instalasi) jamu obat kuat, tapi beberapa karya seni kontemporer yang muncul pada seni rupa Indonesia. Instalasi sampah kemasan jamu dengan dua wajah laki-laki di dalam bilik, seperti symbol perkembangan konsumen jamu sebagai obat kuat dan kesehatan,” kata Nunik.

Perjalanan seni rupa Indonesia ke panggung internasional mencerminkan keberanian dan ketekunan dalam diplomasi budaya. Berawal dari pendidikan seniman seniman Indonesia secara perlahan menembus batas geo-politik dan mulai memperkenalkan karya mereka melalui pameran internasional. Tonggak penting dimulai tahun 1951, ketika S. Sudjojono, Henk Ngantung, Basuki Resobowo dan Hendra Gunawan bersama LEKRA, menghadiri festival pemuda dan mahasiswa sedunia di Berlin. Mereka menggunakan seni rupa sebagai alat dialog lintas budaya di tengah perang dingin, dengan karya-karya yang kemudian dipamerkan di Moscow dan Beijing. “Perjalanan seni rupa Indonesia pada Flaneur, karya-karyanya berupa lukisan, instalasi, pahat, dan lain sebagainya. Akhir abad ke 19 – 21, mereka seniman-seniman Indonesia, para maestro; Emiria Sunassa, Sudjojono, Affandi dan Agus Djaja ‘mengembara’ Timur – Barat. Ada yang ikut Biennale di berbagai belahan dunia, ikut pameran bahkan tinggal di belahan dunia. Mereka berkarya dan akhirnya balik ke Indonesia,” kata Nunik.(Liu)

 

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *