JAKARTA, NP – Pendidikan seksual atau kesehatan reproduksi masih saja dianggap tabu oleh sebagian besar orang tua di Indonesia. Padahal beberapa kasus kelainan organ reproduksi bisa mengakibatkan anak tersebut dicap menjadi orang yang tidak baik, tanpa dikaji adanya hak-hak mereka untuk dilihat secara genetik lebih lanjut.
Seperti diketahui, Indonesia beberapa waktu lalu dihebohkan dengan kasus kelainan organ reproduksi hipospadia. Dimana terdapat kelainan lubang pada organ kelamin laki-laki yang berada di bawah,sehingga anak tersebut diperlakukan layaknya perempuan sedari kecil oleh orang tua dan keluarga. Hal ini berakibat buruk pada masa depan si anak dan keluarga hingga dewasa.
“Itulah dampak dari menganggap tabu dari pendidikan kesehatan reproduksi padahal banyak sekali jurnal-jurnal yang memuat suatu kesimpulan bahwa anak-anak yang memiliki informasi mencukupi soal masalah seksualitas justru lebih terhindar dari perilaku berisiko dibanding dengan yang tidak memiliki,”kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo saat menjadi Keynote Speaker pada acara Pertemuan Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang diadakan oleh Universitas Gajah Mada secara zoom virtual meeting Rabu (30/06).
Menurut Hasto sangat penting bagi remaja mengetahui kesehatan reproduksi karena kita tahu perilaku seksualitas di lingkungan kita juga semakin maju. Perilakunya juga semakin maju bagaimana kontak seksual mereka makin maju, usianya makin maju, semakin mengenal sexual intercourse dan seterusnya tetapi pengetahuannya tidak maju.
Dijelaskan Hasto, perilaku seksnya semakin maju dari segi usia, tetapi pengetahuannya tidak maju. Sehingga unwanted pregnancy (Kehamilan yang Tidak Diinginkan/KTD) kemudian extra marital pregnancy menjadi angka yang lambat turunnya. Dampak tidak adanya pendidikan reproduksi ini tidak hanya KTD ataupun penyakit menular seperti HIV AIDS dan juga penyakit menular lainnya menjadi perhatian penting bagi kita semua.
BKKBN telah menempatkan masalah kesehatan reproduksi di dalam suatu kerangka kependudukan untuk program pembangunan keluarga dalam konsep-konsep program yang ada di BKKBN. Program pembangunan keluarga, kependudukan, dan KB (Bangga Kencana) akan mendudukkan kesehatan reproduksi dalam posisi yang penting dalam rangka mensukseskan program Bangga Kencana. BKKBN mengawal pendiidkan kespro dengan pendekatan siklus kehidupan mulai dari 1000 HPK sampai lansia yang tentunya menjadi komitmen menjadi prioritas nasional yang diberikan kepada BKKBN.
Hasto juga menambahkan bahwa life skill terkait kespro harus diciptakan di antara remaja dan berharap ke depan bersama para tokoh untuk bisa duduk bersama menciptakan bagaimana konsep pedidikan kespro bagi remaja di sekolah. Karena dapat dilihat dari hasil-hasil temuan seperti dari KPAI menunjukkan dari 21 kasus kekerasan seksual terjadi di sekolah, 13 kasus atau sebanyak 62% terjadi di jenjang SD, 5 kasus atau 24% di jenjang SMP/sederajat dan 3 kasus atau 14% di jenjang SMA. Sedangkan temuan Komnas Perempuan tahun 2019 tercatat dari 2341 kasus kekerasan terhadap anak perempuan ada 770 kasus merupakan hubungan inses, kekerasan seksual 571, kekerasan fisik 536, kekerasan psikis 319 dan kekerasan ekonomi 145 kasus.
Pada kesempatan yang sama, Gender Specialist Diana Teresa Pakasi dari Rutgers WPF Indonesia memaparkan bahwa telah melakukan program pendidikan seksualitas kepada 29 sekolah sejak tahun 2012 di 6 Provinsi di Indonesia dengan nama Setara (Semangat Dunia Remaja). Dari 29 sekolah yang menerima pendidikan seksual Setara, terdapat tiga pertanyaan kunci yang paling dominan dan memiliki dampak positif pada siswa terutama pada isu-isu pubertas, bulying dan meningkatkan kepercayaan diri, tetapi yang paling sulit dihantarkan pada sesi ini adalah sesi gender.
Pertemuan Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi bertema: “Memperkuat Kebijakan dan Strategi Implementasi Program KB-KR di Indonesia Berdasarkan Data dan Kajian Ilmiah” telah dilaksanakan pada 28-30 Juni 2021. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Pusat Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM bersama dengan Rutgers WPF Indonesia dan di dukung oleh Konsorsium menginisiasi konferensi ilmiah nasional Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi.
Pertemun tesebut diikuti oleh sekitar 800 peserta dari 17 negara. Panitia menerima tidak kurang dari 400 abstrak yang kemudian dipilih oleh komite ilmiah untuk ditampilkan sebagai pembicara oral dan poster. (RLS)
Be First to Comment