Pemerintah sosialisasikan Permenkes No. 13 Tahun 2025 terkait pengelolaan SDM Kesehatan melalui Zoom Meeting, Senin, (17/11/ 2025). (Foto : Ist)
JAKARTA, NP — Perkumpulan Perawat Pembaharuan Indonesia (PPPI) menilai aspek paling signifikan dari penerapan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 13 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia Kesehatan adalah hadirnya negara dalam memberikan rasa keadilan bagi profesi perawat. Selain itu, pimpinan fasilitas kesehatan (faskes) dinilai semestinya menjadi pihak yang mengakomodasi pertanggungjawaban hukum terkait kesetaraan hak bagi perawat.
“Dua poin tersebut sangat penting jika pemerintah melalui Kementerian Kesehatan ingin meningkatkan mutu tenaga medis dan tenaga kesehatan,” kata Sekjen DPN PPPI, Abram Sahing, di Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Imbalan Jasa Pelimpahan Kewenangan
Permenkes No. 13/2025 dinilai cukup mengatur imbalan jasa bagi perawat yang melakukan tindakan medis berdasarkan pelimpahan kewenangan dari dokter—baik mandat maupun delegasi. Perawat berhak mendapatkan imbalan jasa sesuai jumlah pasien maupun jenis tindakan pelayanan.
Pasal 221 menegaskan bahwa imbalan jasa tersebut harus dituangkan dalam perjanjian kerja antara perawat dan pimpinan faskes. Namun, PPPI menyoroti kemungkinan adanya pimpinan faskes yang tidak memfasilitasi hak tersebut secara optimal.
“Ini merupakan perintah regulasi. Namun Pasal 219 justru memunculkan kerancuan karena terdapat kalimat ‘dengan memperhatikan kemampuan dan produktivitas faskes’. Ini bisa menjadi alasan bagi pimpinan faskes untuk tidak menerapkan imbalan jasa pelimpahan kewenangan. Ini termasuk bentuk diskriminasi,” ujar Abram.
Ia menegaskan Kementerian Kesehatan harus memastikan amanah regulasi dilaksanakan dan diawasi oleh pemerintah pusat maupun daerah, terutama pada fasilitas kesehatan swasta.
Tantangan Sistem INA-CBG’s
Di era penerapan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, perbedaan metode pembagian jasa antara dokter dan perawat di rumah sakit swasta dinilai semakin nyata. BPJS Kesehatan menggunakan sistem pembayaran INA-CBG’s sejak 2014, sesuai Perpres No. 111/2013 yang merevisi Perpres No. 12/2013.
Abram mencontohkan pelayanan pasien Demam Berdarah Dengue (DBD). Tarif INA-CBG’s dibayarkan secara paket, sementara di dalam pelayanan tersebut terdapat tindakan medis yang dilakukan perawat atas dasar pelimpahan kewenangan dokter.
“Rumah sakit swasta menjadi bingung bagaimana membagi imbalan jasa, karena tarif INA-CBG’s dibayar paket. Hal ini berpotensi kembali menimbulkan masalah dan menyebabkan hak perawat tidak terealisasi,” ujarnya. (Liu)







Be First to Comment